Jatengvox.com – Persoalan subsidi energi kembali menjadi sorotan utama pemerintah. Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, menilai beban subsidi yang terus meningkat setiap tahun sebagian besar disebabkan oleh ketergantungan Indonesia terhadap impor bahan bakar minyak (BBM).
Dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Purbaya mengungkapkan bahwa impor BBM, khususnya jenis solar, masih sangat tinggi.
Menurutnya, sebagian besar pasokan bahkan berasal dari Singapura. Kondisi ini berlangsung selama puluhan tahun tanpa adanya terobosan signifikan dalam kemandirian energi.
“Sudah puluhan tahun kita mengalami hal tersebut. Tidak pernah dibangun kilang baru,” ujar Purbaya di Gedung Parlemen, Jakarta.
Ia menegaskan, janji Pertamina yang pernah berkomitmen membangun tujuh kilang baru sejak 2018 hingga kini belum terealisasi.
Padahal, keberadaan kilang dalam negeri sangat krusial untuk mengurangi ketergantungan impor.
Purbaya mengingatkan bahwa tingginya impor berbanding lurus dengan beban subsidi energi yang kian melonjak.
Anggaran negara pun harus menanggung puluhan miliar dolar setiap tahun hanya untuk menutup kebutuhan subsidi tersebut.
Oleh karena itu, ia meminta DPR RI ikut mengawasi kinerja Pertamina dalam menjalankan rencana pembangunan kilang.
“Jadi, bapak tolong kontrol mereka juga. Jadi saya kontrol,” tegasnya.
Sementara itu, anggota Komisi XI DPR RI, Primus Yustisio, menilai beban subsidi energi memang menjadi komponen terbesar dalam APBN.
Politikus PAN tersebut menekankan perlunya solusi alternatif agar masalah ini tidak terus berulang.
“Komposisi yang paling besar dari semua ini adalah energi. Khususnya energi listrik,” kata Primus.
Ia juga menyoroti harga solar Shell di Indonesia yang masih jauh lebih mahal dibandingkan negara lain.
Menurutnya, pemerintah perlu memberikan insentif bagi pengembangan teknologi energi alternatif agar lebih terjangkau oleh masyarakat.
“Solar Shell itu sudah ada di negara-negara lain. Tapi ironisnya, di negara kita dijualnya mahal,” ungkapnya.
Editor : Murni A