Jatengvox.com – Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Posko 41 Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang melakukan kunjungan ke rumah warga di Desa Wirogomo, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, untuk melihat langsung proses pembuatan jenang sebagai bagian dari persiapan tradisi tahunan Merti Dusun.
Kegiatan ini menjadi salah satu bentuk pengenalan budaya lokal yang masih lestari dan dijaga turun-temurun oleh masyarakat desa.
Warga secara serempak memasak jenang di rumah masing-masing sebagai bentuk rasa syukur atas limpahan rezeki dan keselamatan sepanjang tahun.
Jenang khas Wirogomo dimasak menggunakan bahan-bahan seperti beras ketan, kemiri, bawang merah, daun salam, serai, gula aren, dan santan kelapa.
Semua bahan dimasak secara perlahan di atas tungku kayu bakar. Prosesnya cukup panjang dan melelahkan, membutuhkan waktu hingga delapan jam dengan pengadukan yang dilakukan terus-menerus agar tidak hangus dan menghasilkan tekstur yang sempurna.
“Pertama direbus dulu santannya sampai keluar minyak. Setelah itu baru dimasukkan kemiri, bawang merah, daun salam, sama sereh. Terus diaduk terus, sampai menyusut. Habis itu baru dimasukkan gula aren, diaduk lagi sampai rata. Terakhir baru dimasukkan beras ketannya. Nah, itu nanti diaduk terus, bisa sampai delapan jam,” tutur Bu Warti.
Setiap rumah diharapkan ikut berpartisipasi dalam proses pembuatan jenang sebagai bentuk keterlibatan dalam tradisi desa.
Jenang yang telah selesai dimasak akan disajikan dalam berbagai prosesi penting, seperti ngrapani (menyambut tamu atau tokoh masyarakat) dan ngladeni wayang (menyediakan makanan saat pertunjukan wayang), yang menjadi bagian dari acara puncak Merti Dusun.
Merti Dusun sendiri merupakan tradisi tahunan masyarakat Jawa yang juga dikenal sebagai sedekah bumi, yaitu bentuk syukur kepada Allah SWT atas hasil panen, rezeki, dan keselamatan yang diperoleh selama setahun.
Selain sebagai bentuk spiritualitas kolektif, acara ini menjadi momen penting dalam mempererat tali silaturahmi dan memperkuat identitas budaya masyarakat desa.
“Menurut saya wajib membuat jenang. Bukan hanya untuk dimakan, tapi juga sebagai lambang niat dan syukur kita dalam merti dusun,” tambah Bu Warti menegaskan makna spiritual di balik tradisi tersebut.
Editor : Murni A