Jatengvox.com – Wacana pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Anti-Flexing kembali mencuri perhatian publik.
Usulan regulasi yang dimaksudkan untuk mengatur praktik pamer kekayaan ini menuai pro dan kontra, terutama karena menyangkut gaya hidup dan kebebasan berekspresi.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Sunyoto Usman, menilai pemerintah perlu berhati-hati sebelum melangkah lebih jauh.
Menurutnya, urgensi pembahasan RUU ini baru benar-benar muncul jika fenomena flexing terbukti mengganggu harmoni sosial.
“RUU ini diperlukan ketika praktik pamer justru memicu ketegangan sosial, terutama akibat kesenjangan ekonomi,” ujarnya.
Sunyoto menekankan pentingnya perumusan definisi yang jelas mengenai flexing.
Tanpa batasan yang tegas, regulasi justru berisiko tumpang tindih dengan hak konstitusional warga negara.
“Definisi pamer kekayaan wajib dirumuskan secara tegas. Jika tidak, justru bisa melahirkan persoalan hukum baru,” tegasnya.
Dalam pandangannya, pembahasan RUU Anti-Flexing tak boleh dilakukan tergesa-gesa.
Pasalnya, setiap aturan yang membatasi ruang ekspresi publik harus selaras dengan prinsip demokrasi dan kebebasan individu.
Lebih jauh, Sunyoto menyoroti tanggung jawab moral pejabat negara dalam menjaga etika publik.
Ia menilai perilaku hedonistik pejabat maupun keluarganya kerap menjadi sorotan dan memicu kecemburuan sosial.
“Pejabat seharusnya menjadi contoh nyata, bukan malah menimbulkan kecemburuan melalui perilaku hedonistik,” ucapnya.
Menurut Sunyoto, fenomena flexing memang tidak bisa dilepaskan dari simbol status dalam struktur sosial.
Namun, ketika ditunjukkan secara berlebihan, praktik tersebut berpotensi memperlebar jurang sosial dan menambah ketidakpuasan masyarakat terhadap elite politik.
Alih-alih buru-buru membuat aturan baru, Sunyoto mendorong pemerintah memperkuat literasi sosial.
Edukasi publik dianggap lebih efektif untuk mengurangi dampak negatif flexing dibandingkan regulasi yang rawan multitafsir.
“Pemerintah sebaiknya memberi perhatian lebih pada literasi sosial demi menjaga harmoni masyarakat,” katanya.
Editor : Murni A