Jatengvox.com – Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, menyoroti langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menetapkan 16 dokumen persyaratan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) sebagai informasi yang dikecualikan dari akses publik.
Keputusan ini tertuang dalam Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 yang ditandatangani pada 21 Agustus 2025, berlaku hingga tahun 2030.
Rifqinizamy menilai kebijakan tersebut menimbulkan tanda tanya, terutama karena diterbitkan setelah seluruh tahapan Pemilu 2024 selesai.
Menurutnya, aturan kepemiluan seharusnya dirumuskan sebelum tahapan pemilu dimulai, bukan setelah proses selesai.
Politisi Fraksi Partai NasDem itu menegaskan bahwa dokumen persyaratan pencalonan bukanlah rahasia negara, melainkan bagian dari transparansi dan akuntabilitas.
Ia menyinggung Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang pada prinsipnya mendorong agar data semacam ini dapat diakses masyarakat luas.
“Dokumen persyaratan untuk menjadi peserta pemilu, baik legislatif maupun eksekutif, seharusnya terbuka.
Hal ini justru penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu,” ujarnya.
Rifqinizamy mengingatkan bahwa selama ini sejumlah situs resmi kepemiluan sudah terbiasa mempublikasikan dokumen calon anggota legislatif, mulai dari visi-misi, surat keterangan catatan kepolisian, hingga ijazah.
Maka, keputusan KPU yang menutup akses terhadap dokumen serupa untuk capres dan cawapres dinilai kontradiktif.
“Kalau di legislatif bisa diakses, kenapa dokumen pencalonan presiden dan wakil presiden justru ditutup?” tegasnya.
Keputusan KPU ini berpotensi menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Bagi sebagian publik, keterbukaan dokumen capres dan cawapres dianggap penting untuk memastikan integritas calon pemimpin bangsa.
Sebaliknya, penutupan akses bisa memunculkan kecurigaan dan simpang siur yang pada akhirnya mengurangi tingkat kepercayaan terhadap lembaga penyelenggara pemilu.
Rifqinizamy pun meminta KPU memberikan klarifikasi terbuka mengenai dasar dan alasan kebijakan tersebut.
Ia menekankan, kebutuhan publik terhadap transparansi jauh lebih mendesak dibandingkan dengan alasan kerahasiaan yang tidak jelas kategorinya.
Dokumen yang kini masuk kategori informasi dikecualikan meliputi ijazah, surat keterangan kesehatan, laporan harta kekayaan, hingga pernyataan pribadi. Meski begitu, dokumen tetap dapat dibuka jika pemiliknya memberi persetujuan.
Editor : Murni A