Jatengvox.com – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto, mendorong para kepala daerah untuk meninggalkan pendekatan lama dalam penyusunan kebijakan publik.
Ia menilai, pemerintah daerah perlu membangun ekosistem layanan publik yang benar-benar berangkat dari kebutuhan masyarakat, bukan dari asumsi para pemangku jabatan.
Menurut Bima, salah satu cara paling efektif untuk memahami keinginan warga adalah melalui survei opini publik.
“Kepala daerah harus benar-benar mengetahui apa yang diinginkan masyarakat sebelum menetapkan kebijakan. Survei adalah metode paling efektif,” ujarnya dalam keterangan pers, Kamis (27/11/2025).
Namun, ia menyoroti masih banyak kepala daerah yang menggunakan hasil survei sekadar untuk membaca elektabilitas, bukan untuk merancang kebijakan yang lebih responsif.
Dalam paparannya, Bima membagikan pengalamannya ketika memimpin Kota Bogor. Pada tahun 2012, ia melakukan survei untuk memetakan aspirasi warga menjelang kontestasi politik.
Tiga isu terbesar mengemuka saat itu: kemacetan, persampahan, dan persepsi publik terkait inklusivitas kota.
“Hasil survei itulah yang kemudian menjadi panduan prioritas pembangunan,” kata mantan Wali Kota Bogor tersebut.
Di sektor persampahan, pemerintah kota saat itu menerapkan pendekatan komprehensif dari hulu ke hilir.
Mulai dari edukasi rumah tangga, peningkatan praktik pemilahan sampah, hingga penguatan peran komunitas.
Bima menekankan bahwa pengelolaan sampah seharusnya dipahami sebagai sebuah ekosistem dan tidak bisa dibebankan hanya kepada petugas kebersihan.
Pendekatan itu membuahkan hasil. Kota Bogor kembali meraih Piala Adipura setelah 28 tahun penantian—prestasi yang menurut Bima lahir dari kolaborasi warga dan pemerintah.
Isu lain yang menjadi sorotan adalah kemacetan. Bogor sejak lama dikenal sebagai kota dengan jumlah angkot yang sangat besar, sehingga penanganannya tidak dapat dilakukan secara parsial.
Pemerintah kota kemudian mengembangkan Program Konversi Angkot dengan menggabungkan tiga unit angkot menjadi satu bus.
Bima menjelaskan bahwa reformasi transportasi tidak cukup dengan membangun infrastruktur. Budaya berkendara masyarakat juga menjadi bagian penting.
“Keberhasilan transportasi publik bergantung pada perubahan perilaku warga, bukan hanya pada armada baru,” katanya.
Selain transportasi dan persampahan, Bima menyoroti pentingnya memberdayakan UMKM melalui pengembangan Kampung Tematik. Ia menyebut Desa Mulyaharja dan Bojongkerta sebagai contoh yang awalnya berada di kawasan berpendapatan rendah.
Melalui upaya pemberdayaan komunitas—mulai dari pelatihan untuk perempuan, edukasi bagi generasi muda, hingga pengembangan potensi wisata—kawasan tersebut bertransformasi menjadi destinasi ekonomi kreatif.
Program yang dimulai pada masa pandemi Covid-19 itu kini menjadi ruang pemberdayaan masyarakat sekaligus magnet wisata.
“Ini tentang membangun komunitas dan memberdayakan masyarakat lokal,” ucapnya.
Editor : Murni A













