Jatengvox.com – Keberagaman kuliner tradisional Nusa Tenggara Timur kembali mendapat panggung penting. Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon menilai bahwa makanan lokal seperti Jagung Bose dan Se’i Sapi bukan sekadar hidangan khas, melainkan potensi besar bagi ketahanan pangan nasional.
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam kegiatan Cultural Educational Trip bersama sejumlah delegasi internasional di Museum Daerah NTT, Sabtu (15/11/2025).
Menurut Fadli, kekayaan kuliner lokal harus dilihat sebagai bagian dari objek pemajuan kebudayaan.
Dengan pengolahan yang sederhana namun kaya filosofi, dua makanan khas itu dinilai telah lama menjadi identitas masyarakat setempat.
Jagung Bose—olahan jagung pipil yang ditumbuk kemudian dimasak bersama kacang tanah dan santan—menjadi contoh konkret bagaimana masyarakat NTT mampu memaksimalkan hasil bumi di wilayah beriklim kering.
Bagi sebagian besar warga, jagung bukan hanya pangan harian, tetapi simbol ketahanan dan kebersamaan.
“Jagung Bose ini kerap hadir dalam upacara adat sebagai wujud syukur atas panen dan doa untuk keberkahan,” ungkap Fadli.
Tradisi ini sudah berlangsung turun-temurun, menandai eratnya hubungan masyarakat dengan alam dan leluhur mereka.
Kehadiran makanan ini dalam kegiatan adat menjadikannya lebih dari sekadar hidangan, melainkan representasi budaya yang hidup.
Salah satu momen menarik dalam kegiatan tersebut datang dari Delegasi Republik Fiji, Ema Ganivatu. Ia mengaku baru pertama kali mencicipi Se’i Sapi—daging sapi asap khas NTT yang terkenal dengan aroma kayu dan rasa gurihnya.
“Ini pengalaman berharga bagi saya. Rasanya sangat nikmat dan menjadi momentum besar untuk mengenal budaya Indonesia lebih dalam,” ujarnya.
Respons positif dari para delegasi menunjukkan bahwa kuliner daerah memiliki daya tarik internasional jika diperkenalkan secara tepat.
Selain mencicipi kuliner, rombongan juga diajak menelusuri Museum Daerah NTT. Tur tersebut membuka ruang bagi para peserta untuk memahami sejarah, tradisi, dan kekayaan etnografi yang membentuk identitas masyarakat setempat.
Mulai dari koleksi artefak sejarah, seni rupa, narasi budaya laut, hingga tengkorak Homo floresiensis—semua dipaparkan sebagai bagian integral dari cerita panjang NTT.
Kunjungan ini sekaligus menegaskan bahwa pengenalan budaya tidak bisa dilepaskan dari narasi visual dan artefak yang dirawat dengan baik oleh masyarakat.
Editor : Murni A













