Jatengvox.com – Tradisi Nyadran masih terjaga dengan baik di Desa Puguh, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal.
Setiap tahunnya, warga dari tiga dusun Krajan, Tangkongan, dan Lobang bersama perangkat desa menggelar kegiatan adat yang sarat makna ini.
Tradisi tersebut menjadi simbol rasa syukur, bentuk penghormatan kepada leluhur, sekaligus sarana mempererat kebersamaan antarwarga.
Kegiatan Nyadran di Desa Puguh sudah menjadi agenda rutin yang dilaksanakan tiga kali dalam setahun.
Menariknya, setiap dusun memiliki waktu pelaksanaan yang berbeda. Warga Dusun Krajan dan Tangkongan menggelar Nyadran pada hari Jumat Pahing, sedangkan warga Dusun Lobang melaksanakannya pada hari Jumat Kliwon.
Tradisi ini selalu mendapat sambutan antusias dari masyarakat. Sejak pagi, warga dari berbagai kalangan. Mereka membawa peralatan kebersihan, bunga tabur, serta perlengkapan tahlilan dan doa bersama.
Menurut keterangan warga setempat, Nyadran bukan sekadar kegiatan bersih-bersih makam, melainkan juga wujud rasa syukur kepada Allah SWT dan bentuk penghormatan terhadap jasa para leluhur.
“Setiap kali Nyadran, kami ingin makam leluhur tetap bersih dan terawat. Selain itu, kegiatan ini mengingatkan kita untuk tidak melupakan asal-usul dan perjuangan orang tua terdahulu,” ujar salah satu tokoh masyarakat Desa Puguh pada Jumat, 17 Oktober 2025.
Selain menjaga kebersihan makam, kegiatan Nyadran juga menjadi ajang silaturahmi dan gotong royong warga.
Melalui kegiatan ini, masyarakat Desa Puguh berupaya nguri-uri tradisi melestarikan budaya lokal agar tidak hilang oleh zaman.
Rangkaian acara Nyadran dimulai dengan kerja bakti membersihkan area makam secara bersama-sama.
Para laki-laki biasanya bertugas memangkas rumput dan merapikan area sekitar makam, sedangkan kaum ibu menyiapkan bunga tabur dan makanan untuk acara selametan.
Setelah makam bersih, kegiatan dilanjutkan dengan tahlilan dan doa bersama. Para tokoh agama memimpin doa yang ditujukan bagi para leluhur dan warga yang telah meninggal dunia. Suasana menjadi khidmat, penuh kekhusyukan dan kebersamaan.
Usai doa bersama, kegiatan diakhiri dengan selametan atau makan bersama (kepungan). Setiap keluarga membawa makanan dari rumah, lalu dikumpulkan dan dimakan bersama-sama dalam suasana penuh keakraban.
Tradisi selametan ini baru dimulai sekitar satu tahun terakhir, melengkapi kegiatan yang sebelumnya hanya berisi bersih-bersih makam dan tahlilan saja.
Gotong Royong dan Kebersamaan yang Terjaga
Bagi warga Desa Puguh, Nyadran tidak hanya bermakna spiritual, tetapi juga memperkuat nilai gotong royong.
Dalam setiap pelaksanaannya, semua lapisan masyarakat ikut berpartisipasi tanpa memandang usia maupun status sosial.
Nilai kebersamaan inilah yang membuat tradisi Nyadran tetap hidup hingga kini. Di tengah perkembangan zaman dan modernisasi yang begitu cepat, masyarakat Desa Puguh masih berupaya menjaga warisan budaya ini agar tetap menjadi bagian dari kehidupan sosial mereka.
Kepala Desa Puguh, beserta perangkatnya, turut hadir dalam setiap kegiatan Nyadran. Pemerintah desa mendukung penuh pelestarian tradisi ini, karena dinilai memiliki nilai sosial dan spiritual yang tinggi, tradisi lokal seperti Nyadran merupakan bentuk kearifan lokal (local wisdom) yang sejalan dengan nilai-nilai kebangsaan dan keagamaan.
Pemerintah desa berencana menjadikan kegiatan ini sebagai agenda tahunan resmi desa dan bagian dari program pelestarian budaya.
Tradisi Nyadran di Desa Puguh menjadi contoh nyata bagaimana masyarakat mampu menjaga keseimbangan antara nilai religius, sosial, dan budaya.
Melalui kegiatan sederhana namun penuh makna ini, warga berhasil memelihara semangat gotong royong, kebersamaan, dan rasa hormat terhadap leluhur.
Lebih dari sekadar ritual, Nyadran adalah manifestasi dari identitas budaya lokal yang terus hidup di hati masyarakat Puguh.
Dengan semangat kebersamaan dan rasa syukur, tradisi ini akan terus menjadi bagian penting dari kehidupan sosial di Desa Puguh, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal.
Editor : Murni A