Jatengvox.com – Isu impor pakaian bekas kembali menjadi sorotan setelah Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan dugaan kuat bahwa mayoritas baju bekas ilegal yang masuk ke Indonesia berasal dari China.
Menurutnya, sebagian pakaian yang dibongkar dari balpres memiliki ciri yang mengarah pada asal negara tersebut.
Dalam taklimat media di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (14/11/2025), Purbaya menegaskan bahwa arus pakaian bekas yang belakangan ramai diperjualbelikan bukan berasal dari negara tetangga.
“Kemungkinan besar China dan negara maju. Tapi kalau yang bekas-bekas baru itu dari China, saya duga,” ujarnya.
Purbaya menyampaikan bahwa ia tidak melihat indikasi kuat pakaian bekas tersebut berasal dari Singapura atau Malaysia. “Jadi kalau dari Singapura sepertinya enggak, Malaysia juga enggak,” kata dia.
Selama ini, kedua negara tersebut kerap disebut karena menjadi jalur perdagangan berbagai barang, namun Purbaya memastikan fakta di lapangan tidak mengarah ke sana.
Menurutnya, karakteristik barang, pola pengiriman, hingga penemuan balpres menunjukkan sumber yang berbeda.
Menkeu juga mengakui masih lamban dalam memberikan label “hitam” terhadap para importir pakaian bekas ilegal.
Untuk memperketat pengawasan, ia memerintahkan Bea Cukai untuk mendatangi para pelaku yang masih nekat bermain di bisnis ini.
“Terus yang petantang-petenteng di TV, yang mendukung itu (impor pakaian bekas) mulai didatangi ya. Bea Cukai datang ke sana ke orangnya, biar kapok,” tegasnya.
Purbaya menyebutkan bahwa tindakan tersebut penting dilakukan karena proses pemasukan barang ini jelas melanggar aturan.
Dalam regulasi nasional, impor pakaian bekas dilarang karena berpotensi membawa risiko kesehatan, mengganggu industri tekstil lokal, serta memicu ketidakadilan.
Lebih jauh, Purbaya menegaskan bahwa Kemenkeu akan terus mengawasi pelabuhan yang menjadi pintu masuk utama baju bekas ilegal.
Menurutnya, anggapan bahwa semua barang selundupan masuk melalui pelabuhan tikus tidak sepenuhnya benar.
Ia mengungkapkan hasil pengecekan di kawasan pantai timur Sumatera—yang kerap disebut menjadi jalur masuk barang selundupan—justru menunjukkan bahwa akses masuk barang tersebut tidak mudah.
“Masuknya susah, ngambilnya juga susah. Enggak mungkin harganya murah. Jadi, dugaan saya memang di pelabuhan-pelabuhan besar. Hanya saja mereka main-main. Kalau saya datang, mereka kabur,” katanya.
Pengawasan ini disebut akan terus diperkuat dengan patroli darat dan laut, serta koordinasi antarlembaga agar pengiriman dalam jumlah besar dapat dicegah sejak awal.
Editor : Murni A













