Jatengvox.com – Pasar internet rumah di Indonesia kedatangan pemain baru yang belakangan ramai dibicarakan: Internet Rakyat (IRA).
Layanan berbasis 5G Fixed Wireless Access (FWA) ini muncul dengan tawaran yang langsung menarik perhatian—kecepatan hingga 100 Mbps, tanpa batas kuota, dan tarif sekitar Rp100 ribu per 30 hari.
Model harga seperti ini jarang muncul di bisnis broadband rumahan yang selama ini didominasi penyedia fiber optik.
Yang membuat IRA berbeda adalah pendekatannya. Mengutip laporan Good News From Indonesia, layanan ini memanfaatkan BTS 5G sebagai jalur distribusi, bukan kabel fiber seperti internet rumahan pada umumnya.
Dengan strategi tersebut, IRA tidak perlu menggali tanah atau menarik kabel panjang, sehingga proses ekspansi bisa jauh lebih cepat.
Keunggulan lain dari FWA adalah daya jangkau yang lebih fleksibel. IRA secara terang-terangan menyasar segmen yang selama ini kesulitan mendapat akses fiber:
kawasan perumahan yang belum dilalui kabel,
rumah kos,
pelajar dan pekerja WFH,
hingga UMKM kecil di daerah.
Pada fase awal, cakupan layanan diarahkan ke beberapa titik di Jawa, Maluku, dan Papua. Strategi ini patut dicermati karena biasanya layanan baru justru memulai ekspansi di kota besar.
IRA memilih rute berbeda: memperkuat wilayah yang selama ini menjadi “blank spot” atau hanya mengandalkan WiFi komunitas.
Jika berhasil, pendekatan seperti ini bisa memberi dampak besar dalam pemerataan akses digital—hal yang selalu menjadi PR panjang bagi Indonesia.
Sebelum membuka layanan secara penuh, IRA menjalankan mekanisme pra-registrasi online. Calon pengguna diminta mengisi identitas, verifikasi OTP, dan menandai lokasi instalasi lewat peta digital.
Data ini bukan sekadar formalitas. IRA menggunakan informasi tersebut untuk:
memetakan daerah dengan minat tertinggi,
menentukan lokasi BTS yang harus diperkuat,
menghindari jaringan kosong yang jarang dipakai.
Pendekatan berbasis data seperti ini terbilang efisien, sekaligus menunjukkan bahwa IRA ingin memastikan jaringan siap sebelum pelanggan benar-benar aktif.
Editor : Murni A













