Jatengvox.com – Belakangan istilah darurat militer kembali ramai menghiasi linimasa media sosial, terutama di platform X.
Pemicunya adalah meningkatnya ketegangan sosial-politik di tanah air akibat demonstrasi besar-besaran.
Banyak warganet lalu bertanya-tanya, apa sebenarnya darurat militer itu, siapa yang bisa menetapkannya, serta apa yang akan terjadi bila status ini benar-benar diberlakukan di Indonesia?
Pengertian Darurat Militer
Mengutip Jurnal UINSA berjudul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Mekanisme Pemberlakuan Keadaan Bahaya dalam Negara Berdasarkan Perpu No 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya”, darurat militer didefinisikan sebagai kondisi ketika negara berada dalam keadaan bahaya yang tidak bisa lagi diatasi hanya dengan mekanisme sipil.
Ancaman yang muncul dinilai jauh lebih serius daripada situasi darurat sipil, sehingga membutuhkan operasi militer untuk mengendalikannya.
Siapa yang Bisa Menetapkan?
Merujuk Perpu Nomor 23 Tahun 1959 pasal 1 ayat (1), Presiden memiliki kewenangan penuh untuk menyatakan darurat militer.
Dalam kapasitasnya sebagai Panglima Tertinggi TNI, keputusan presiden ini bersifat final dan langsung berlaku sejak diumumkan.
Status tersebut akan berakhir hanya jika presiden mencabut atau menggantinya dengan status lain, misalnya keadaan perang.
Pasal 22 ayat (2) menegaskan:
“Apabila keadaan darurat militer dihapuskan dan tidak disusul dengan pernyataan keadaan perang, maka pada saat penghapusan itu peraturan-peraturan/tindakantindakan dari Penguasa Darurat Militer tidak berlaku lagi, kecuali yang tersebut dalam ayat (3) pasal ini.”
Penyebab Bisa Ditetapkan Darurat Militer
Perpu No 23/1959 memberikan dasar hukum kapan presiden dapat memberlakukan darurat militer. Beberapa kondisi yang masuk kategori “bahaya negara” antara lain:
Ancaman perang dari luar negeri atau dikhawatirkan ada upaya pelanggaran kedaulatan.
Pemberontakan bersenjata atau perang di dalam negeri.
Kerusuhan sosial besar yang membuat roda pemerintahan macet, seperti kerusuhan Mei 1998.
Bencana alam dahsyat, misalnya tsunami Aceh, yang mengganggu jalannya pemerintahan.
Gangguan terhadap tertib hukum dan administrasi negara.
Kondisi keuangan negara yang kritis hingga pemerintahan tidak bisa berjalan.
Fungsi lembaga konstitusional tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Apa Dampaknya Jika Diterapkan?
Jika status darurat militer resmi berlaku, sejumlah perubahan drastis akan terjadi dalam kehidupan bernegara. Beberapa di antaranya:
Militer ambil alih kekuasaan sipil
Semua urusan keamanan dan ketertiban yang biasanya ditangani polisi atau pemerintah sipil, langsung diambil alih militer. Pasal 24 ayat (1) menegaskan: “Penguasa Darurat Militer berhak mengambil kekuasaan-kekuasaan yang mengenai ketertiban dan keamanan umum.”Pembatasan kebebasan sipil
Pers, media, hingga penerbitan bisa disensor. Pasal 26 menyebut militer berhak membatasi penerbitan, selebaran, gambar, atau pertunjukan yang dianggap mengganggu keamanan.Penangkapan dan penahanan
Militer memiliki wewenang untuk menangkap orang dan menahannya hingga 20 hari tanpa mekanisme hukum sipil biasa (Pasal 32 ayat 1).Pengusiran dan larangan tinggal
Individu yang dianggap berbahaya dapat dipaksa keluar dari suatu wilayah tertentu (Pasal 28 ayat 1).Kewajiban kerja untuk rakyat
Warga dapat diwajibkan bekerja untuk kepentingan keamanan dan pertahanan, misalnya logistik atau pembangunan pertahanan (Pasal 30).
Indonesia sudah beberapa kali memberlakukan status ini. Misalnya, tahun 1999 di Timor Timur ketika muncul gerakan referendum kemerdekaan.
Kala itu, Presiden BJ Habibie mengeluarkan Keppres No. 107/1999 tentang Keadaan Darurat di Timor Timur.
Kasus lain adalah di Aceh pada tahun 2003. Presiden Megawati Soekarnoputri menetapkan darurat militer melalui Keppres No. 28/2003 untuk menanggapi pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Status ini sempat diperpanjang dengan Keppres No. 97/2003, sebelum akhirnya diturunkan menjadi darurat sipil pada 2004.
Editor : Murni A