Jatengvox.com – Warga Dusun Wirogomo, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, kembali melaksanakan tradisi Macanan yang digelar setiap tanggal 1 hingga 7 Agustus.
Tradisi ini telah berlangsung sejak zaman dahulu dan menjadi bentuk sedekah bumi serta ungkapan syukur kepada Allah SWT atas keselamatan dan hasil panen yang telah diterima.
Macanan bukan sekadar ritual tahunan, tetapi juga menjadi bagian dari identitas budaya masyarakat.
Selama satu minggu, masyarakat menjalankan tradisi ini dengan penuh kekhusyukan, tanpa ada perbedaan dari pelaksanaan di masa lalu. Semuanya masih sama: sederhana, sakral, dan menyentuh.
“Tradisi Macanan ini sudah dari dulu. Kami tetap jalankan seperti biasa, nggak ada yang berubah. Intinya untuk bersyukur dan minta keselamatan untuk seluruh masyarakat,” ujar Ibu Narsih, salah satu tokoh masyarakat yang masih setia menjaga tradisi ini.
Ia menekankan bahwa makna utama dari tradisi ini adalah sedekah bumi, sebagai bentuk penghormatan pada alam dan doa agar desa selalu diberi perlindungan.
Salah satu ciri khas tradisi Macanan adalah setiap rumah membuat jenang sendiri. Proses pembuatannya pun dilakukan secara tradisional, menggunakan santan, gula aren, beras ketan, dan bumbu rempah, yang dimasak perlahan hingga delapan jam lamanya.
“Kami merasa bangga bisa menjadi bagian dari tradisi Macanan. Ini pengalaman yang sangat berharga yaitu menyatu dengan nilai-nilai budaya dan spiritual masyarakat,” ungkap salah satu mahasiswa KKN.
Tradisi ini menjadi ruang untuk mempererat hubungan antarmasyarakat. Macanan di Wirogomo menjadi contoh nyata bagaimana warisan budaya bisa terus hidup jika dijaga dengan kesadaran kolektif.
Di tengah zaman yang berubah cepat, masyarakat Wirogomo memilih tetap setia pada tradisi yang telah diwariskan oleh para sesepuh.
Editor : Murni A