Jatengvox.com – Seluruh kepala desa (kades) di Indonesia kini memegang peran yang kian strategis dalam mengarahkan pembangunan yang berpihak pada perempuan dan anak.
Paradigma pembangunan pun bergeser: tidak cukup hanya membangun jalan, kantor desa, atau fasilitas fisik lainnya—tetapi juga memastikan kualitas hidup masyarakat benar-benar meningkat.
Pandangan ini disampaikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis (27/11/2025).
Ia menegaskan bahwa kades dan lurah merupakan pengambil keputusan penting di level terdekat dengan masyarakat, sehingga mereka memiliki posisi kunci dalam menghadirkan pembangunan yang inklusif.
Menurut Arifah, keberhasilan pembangunan desa tidak bisa lagi hanya dilihat dari seberapa megah infrastruktur yang dibangun.
Lebih dari itu, pembangunan harus menyentuh aspek yang benar-benar dirasakan warga: rasa aman, kesejahteraan sosial, hingga lingkungan yang mendukung kesetaraan gender.
“Pembangunan tidak lagi diukur hanya dengan infrastruktur fisik, tetapi juga dari kualitas hidup masyarakat. Ini termasuk rasa aman dan keadilan gender bagi seluruh warga,” tegasnya.
Arifah juga mengingatkan bahwa perlindungan terhadap perempuan dan anak bukanlah program sampingan, melainkan mandat negara.
Setiap aparatur desa, termasuk kades dan lurah, wajib memberikan perhatian serius agar tidak ada satu pun warga yang merasa kurang terlindungi.
Pernyataan Arifah menegaskan perlunya perubahan pola pikir di tingkat desa. Perempuan dan anak tidak boleh lagi sekadar menjadi penerima kebijakan, tetapi menjadi bagian dari proses pembangunan itu sendiri.
Ini mencakup pelibatan mereka dalam musyawarah desa, penyusunan program, hingga evaluasi kegiatan.
Menurutnya, desa adalah titik awal pembentukan ekosistem perlindungan. Jika desa kuat dalam mengarusutamakan gender dan perlindungan anak, maka kebijakan di level kabupaten hingga pusat akan jauh lebih mudah berjalan.
“Tidak boleh ada satu pun perempuan atau anak yang merasa tidak terlindungi karena lemahnya respons aparatur pemerintah,” kata Arifah. “Ini tanggung jawab kita semua.”
Di sisi lain, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) juga menegaskan pentingnya peran kades dalam penanganan persoalan hukum di masyarakat.
Tahun 2025 menjadi momentum penting, karena setiap desa dan kelurahan diwajibkan memiliki Pos Bantuan Hukum (Posbankum).
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Min Usihen, menjelaskan bahwa Posbankum akan menjadi ruang konsultasi yang dapat diakses siapa saja—tidak terbatas pada warga berpenghasilan rendah.
Kelompok perempuan dan anak pun harus mendapat prioritas, mengingat mereka kerap menjadi pihak yang rentan dalam kasus hukum maupun kekerasan.
“Posbankum kini diperluas bukan hanya bagi kelompok orang miskin, tetapi untuk semua kalangan, termasuk perempuan dan anak,” ujarnya.
Editor : Murni A













