Jatengvox.com – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materiil terhadap Pasal 51B ayat (1) dan Pasal 60B ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Putusan dengan Nomor 157/PUU-XXIII/2025 itu dibacakan Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pengucapan putusan yang digelar di Ruang Sidang Pleno MK, pada Senin, 29 September 2025.
Dalam pertimbangannya, MK menilai permohonan yang diajukan oleh Stepanus Febyan Babaro tidak dapat diterima karena tidak memenuhi syarat formil.
Menurut Suhartoyo, Pemohon tidak menunjukkan adanya hubungan langsung antara keberlakuan norma yang diuji dengan kerugian hak konstitusional yang dialami.
Pemohon hanya menyebutkan kemungkinan jika suatu saat memiliki usaha di bidang pertambangan, tanpa adanya aktivitas nyata saat ini.
“Dengan demikian tidak ada kerugian, maka Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum. Menimbang, karena permohonan Pemohon tidak memenuhi syarat formil, maka pokok permohonan dan hal lain tidak dipertimbangkan lebih lanjut,” tegas Suhartoyo.
Sebelumnya, Pemohon menilai aturan prioritas pemberian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) kepada BUMN/BUMD berpotensi diskriminatif.
Menurutnya, hal itu melanggar hak konstitusional sebagaimana dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, karena menutup peluang swasta untuk mendapatkan izin secara setara.
Stepanus juga menyoroti ketentuan “prioritas” yang tidak memiliki parameter jelas, sehingga bisa menimbulkan tafsir subjektif dan membuka ruang penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat pemberi izin.
Ia menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi yang seharusnya menjadi pilar tata kelola pemerintahan yang baik.
Lebih jauh, Pemohon menilai prioritas kepada BUMN/BUMD berpotensi menghambat daya saing nasional karena membatasi peran swasta, termasuk perusahaan yang memiliki keunggulan dalam teknologi, manajemen, maupun modal.
Dalam praktiknya, kata Pemohon, BUMN/BUMD kerap mendapatkan kemudahan dalam memperoleh WIUP, namun tidak jarang menimbulkan persoalan lingkungan dan sosial di daerah tambang.
Hal ini, menurutnya, membuktikan bahwa prioritas tidak otomatis menjamin pengelolaan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Editor : Murni A