Jatengvox.com – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menegaskan komitmennya dalam memperkuat ekosistem perfilman nasional, terutama melalui perlindungan hak cipta.
Langkah ini dianggap penting mengingat praktik pembajakan digital masih menjadi tantangan besar, dengan potensi kerugian yang mencapai Rp25 hingga Rp30 triliun setiap tahunnya bagi industri film Indonesia.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya, menyebut bahwa pihaknya terus melakukan berbagai upaya untuk menciptakan industri perfilman yang inklusif dan berdaya saing tinggi.
“Kami terus memperkuat ekosistem perfilman Indonesia melalui peningkatan akses distribusi, pengembangan kapasitas pelaku, hingga membangun kemitraan sinergis antarindustri film,” ujar Riefky dalam keterangannya, Jumat (7/11/2025).
Menurutnya, penguatan ekosistem tidak hanya bertujuan menjaga hak cipta, tetapi juga memastikan keberlanjutan ekonomi kreatif nasional agar karya anak bangsa bisa terus tumbuh dan bersaing di pasar global.
Hingga saat ini, Indonesia tercatat memiliki 496 bioskop dengan 2.375 layar yang tersebar di 37 provinsi.
Jumlah tersebut meningkat dibanding tahun sebelumnya dan terus mendekati angka ideal untuk melayani kebutuhan penonton di seluruh daerah.
Riefky menjelaskan, rasio layar bioskop Indonesia saat ini mencapai 0,76 per 100 ribu penduduk, masih di bawah negara tetangga seperti Thailand (1,7), Malaysia (3,6), dan Singapura (4,6).
Namun, tren peningkatan ini menunjukkan minat masyarakat terhadap film nasional semakin tinggi.
Selain itu, industri bioskop memberikan kontribusi signifikan terhadap ekonomi kreatif. “Kami mencatat nilai investasi industri bioskop mencapai sekitar Rp14 triliun, dan menciptakan lebih dari 30 ribu lapangan kerja setiap tahun,” jelas Riefky.
Sementara itu, sektor produksi film sendiri menyumbang sekitar Rp1,5 triliun per tahun, berperan besar dalam memperkuat rantai nilai industri kreatif dari hulu ke hilir.
Lebih lanjut, Riefky menekankan pentingnya mengubah cara pandang terhadap film, dari sekadar produk hiburan menjadi aset ekonomi berbasis kekayaan intelektual (intellectual property/IP).
“Fokus utama kami adalah mengonversi karya menjadi nilai ekonomi, melalui dukungan dan fasilitasi terhadap komersialisasi karya film sebagai kekayaan intelektual bernilai tinggi,” tutur Riefky.
Ia menjelaskan bahwa ekosistem perfilman terbagi dalam dua pilar besar: ekosistem pengembangan (meliputi pendidikan, pendanaan, dan teknologi) serta ekosistem kreatif (yang berkaitan dengan distribusi, promosi, dan monetisasi karya.
Pendekatan ini, kata Riefky, sejalan dengan misi Kemenparekraf dalam memperkuat daya saing pelaku ekonomi kreatif di seluruh sektor, termasuk perfilman, agar mampu menembus pasar internasional tanpa kehilangan akar budaya nasional.
Dukungan terhadap langkah Kemenparekraf juga datang dari Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Lamhot Sinaga.
Ia mendorong pemerintah agar menindaklanjuti berbagai masukan dari pelaku industri film demi membangun ekosistem yang sehat dan produktif.
“Tujuan kita sama, yaitu bagaimana perfilman Indonesia semakin baik dan menjadi kebanggaan bangsa. Yang paling penting, film juga harus mampu mendukung program pemerintah dengan muatan yang disukai masyarakat,” ujarnya.
Editor : Murni A













