Jatengvox.com – Menjelang penetapan upah minimum tahun 2026, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mulai merangkul berbagai pihak untuk memastikan keputusan yang diambil benar-benar berpijak pada kebutuhan lapangan.
Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, mengundang perwakilan pengusaha ke kantornya pada Kamis (20/11/2025) untuk mendengar aspirasi sebelum fase penetapan resmi UMP dan UMSP dimulai.
Pertemuan berlangsung hangat. Di ruang rapat itu, pembahasan tak hanya soal angka, tetapi juga kesiapan regulasi yang hingga kini masih menunggu keputusan dari pemerintah pusat.
Gubernur Luthfi menegaskan bahwa kebijakan pengupahan bukan sekadar urusan daerah. Ia termasuk program strategis nasional sehingga provinsi dan kabupaten/kota harus mengikuti koridor yang ditetapkan pemerintah pusat.
Hal tersebut dipertegas Kepala Disnakertrans Jateng, Ahmad Aziz. Menurutnya, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait formula upah minimum masih dalam tahap uji publik di Kementerian Ketenagakerjaan.
“Kami masih menunggu PP tersebut turun. Itu nanti menjadi dasar penetapan upah minimum,” ujarnya.
Dalam rancangan yang beredar, tenggat penetapan UMP dan UMSP jatuh pada 8 Desember 2025, sedangkan UMK dan UMSK pada 15 Desember 2025. Namun, seluruhnya masih bergantung pada finalisasi aturan.
Meski regulasi belum selesai, Pemprov Jateng tidak tinggal diam. Komunikasi sudah dilakukan dengan serikat buruh, pengusaha, Dewan Pengupahan, hingga Satgas PHK Provinsi. Berbagai masukan juga mulai dikumpulkan, termasuk yang disampaikan pengusaha dalam pertemuan bersama Gubernur.
Salah satu isu yang mencuat adalah penetapan upah minimum sektoral. Menurut Aziz, ada sejumlah parameter yang harus diterjemahkan lebih rinci, mulai dari klasifikasi lapangan usaha (KBLI), jumlah perusahaan, risiko kerja, tingkat spesialisasi, hingga beban kerja.
“Harapannya, RPP nanti memberi penjelasan lebih detail, termasuk sumber datanya. Ini akan kami sampaikan dalam sarasehan nasional pada 25 November,” jelasnya.
Ketua Apindo Jawa Tengah, Frans Kongi, mengapresiasi ruang dialog yang diberikan pemerintah. Ia menyatakan bahwa pelaku usaha siap mengikuti ketentuan pemerintah terkait kenaikan upah minimum.
Namun demikian, Frans mengingatkan bahwa upah minimum sektoral semestinya tidak diberikan untuk jenis pekerjaan yang umum.
Mahkamah Konstitusi telah menegaskan bahwa sektor spesifik yang berisiko tinggi atau membutuhkan keterampilan khusus memang layak mendapat perlindungan upah lebih tinggi.
“Tapi jangan sampai pekerjaan yang sifatnya biasa juga didorong menjadi upah sektoral,” tegasnya.
Menurutnya, di lapangan pekerjaan spesifik memang sudah mendapatkan upah yang lebih tinggi secara alami karena faktor keahlian dan risiko. Ia berharap aturan final nanti mampu memisahkan keduanya secara jelas dan adil.
Editor : Murni A













