Jatengvox.com – Pembahasan mengenai pentingnya pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren kembali mencuat.
Mantan Menteri Agama periode 2014–2019, Lukman Hakim Saifuddin, menyebut langkah ini sebagai bentuk nyata kehadiran negara dalam melindungi dan memfasilitasi pesantren.
Menurutnya, pesantren memiliki peran strategis dalam menjaga moderasi beragama yang menjadi ciri khas Indonesia.
“Negara memang wajib hadir memberi perlindungan. Tapi kehadiran itu jangan sampai mendikte independensi pesantren,” ujar Lukman dalam Dialog Media bertajuk Pesantren dan Kehadiran Negara di Jakarta, pada Kamis, 25 September 2025.
Ia menambahkan, keberadaan Hari Santri maupun Undang-Undang Pesantren tidak bisa dilihat sekadar seremoni.
Kedua hal tersebut merupakan bentuk pengakuan sekaligus proteksi negara terhadap dunia pesantren yang telah terbukti menjadi benteng nasionalisme sejak era resolusi jihad hingga perjuangan kemerdekaan.
Senada dengan Lukman, Direktur Pesantren Kemenag, Basnang Said, menegaskan bahwa eksistensi pesantren sudah ada jauh sebelum Indonesia berdiri secara formal.
Catatan sejarah bahkan menunjukkan ada pesantren yang telah berusia ratusan tahun sejak abad ke-14.
Basnang menyoroti lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 yang menjadi regulasi monumental bagi pesantren.
Regulasi itu menegaskan tiga fungsi utama pesantren: pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat.
Namun hingga kini, fungsi pendidikan masih lebih dominan karena posisinya melekat pada unit pendidikan formal.
“Contohnya, program kemandirian pesantren sempat ditegur BPK karena dinilai keluar dari jalur pendidikan. Namun kemudian nomenklaturnya diubah menjadi life skill di pesantren sehingga bisa tetap berjalan,” jelas Basnang.
Menurut Basnang, dukungan kelembagaan yang lebih besar akan mempercepat kemandirian pesantren, termasuk dalam aspek ekonomi produktif.
Lebih dari 4.000 pesantren di Indonesia saat ini sudah menerima bantuan langsung, sebuah capaian yang diyakini bisa berkembang lebih jauh jika Direktorat Jenderal Pesantren terbentuk.
“Kalau sudah ada Dirjen Pesantren, pesantren bisa mendapatkan bantuan perangkat multimedia tanpa terhambat nomenklatur pendidikan,” ujarnya.
Hal ini akan membuka ruang lebih luas bagi pengembangan dakwah, inovasi, dan pemberdayaan masyarakat berbasis pesantren.
Basnang juga menyampaikan harapannya agar Presiden hadir dalam malam puncak Hari Santri yang jatuh pada 22 Oktober mendatang.
Acara tersebut akan mengusung tema Bakti Santri untuk Negeri, Kado Presiden untuk Santri Indonesia.
Ia menilai momen Hari Santri menjadi waktu yang tepat untuk menegaskan kembali peran strategis pesantren sekaligus memperlihatkan perhatian negara terhadap dunia pendidikan keagamaan yang selama ini ikut membentuk identitas bangsa.
Editor : Murni A