Jatengvox.com – Warga Dusun Dompon, Desa Purworejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, kembali melaksanakan tradisi “Nyadran” pada Kamis, 25 Juli 2025.
Tradisi ini merupakan warisan leluhur yang rutin dilaksanakan tiga kali dalam setahun, yaitu pada bulan Suro, Mulud, dan Ruwah berdasarkan penanggalan Jawa.
Berbeda dengan wilayah lain yang umumnya hanya menggelar Nyadran sekali dalam setahun pada bulan Ruwah atau Sya’ban, warga Dusun Dompon menjadikan tradisi ini sebagai agenda penting untuk memperkuat silaturahmi dan memperkokoh nilai-nilai gotong royong.
“Nyadran adalah kegiatan warga dusun kami untuk mendoakan para leluhur yang telah mendahului kami, sehingga leluhur kami diterima di sisi Tuhan sesuai amal kebaikan yang telah diberikan kepada anak-anak mereka yang masih ada di Dusun Dompon,” ungkap Kepala Dusun Dompon, Bapak Mujono.
Selain mendoakan leluhur, Nyadran juga dimaknai sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan dan sarana menjaga keharmonisan antarwarga.
Tradisi Nyadran di Dusun Dompon diawali dengan kegiatan kerja bakti membersihkan makam leluhur sehari sebelum acara.
Pembersihan makam ini rutin dilaksanakan setiap Jumat Pon menurut hitungan Jawa, dengan tujuan menjaga kebersihan dan kenyamanan area makam “Tegal Arum Tono Layu,” tempat dilaksanakannya acara inti.
Pagi harinya, tepat pukul 06.00 WIB, seluruh warga berkumpul di halaman makam membawa ambeng, tumpeng, jajanan tradisional, dan hasil bumi pertanian.
Mayoritas warga Dusun Dompon yang berprofesi sebagai petani menjadikan hasil bumi tersebut simbol rasa syukur sekaligus bentuk sedekah bumi untuk keselamatan bersama.
Acara inti Nyadran dibuka dengan sambutan para perangkat desa dan dilanjutkan doa bersama yang dipimpin tokoh agama setempat.
Dalam sambutannya, Kepala Dusun Dompon, Bapak Mujono, menegaskan pentingnya pelestarian tradisi ini.
“Tradisi ini adalah warisan berharga yang harus dijaga, karena mengajarkan kebersamaan dan nilai syukur kepada generasi muda,” ujarnya.
Selain sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur, Nyadran juga berfungsi sebagai sarana mediasi informasi antarwarga.
Dalam suasana yang penuh kebersamaan, warga dapat berbagi kabar, menjalin silaturahmi, dan memperkuat rasa persaudaraan.
Tak hanya warga yang tinggal di Dusun Dompon, banyak pula perantau yang pulang kampung demi mengikuti tradisi ini, sehingga suasana Nyadran semakin semarak dan hangat.
Sejarah panjang yang melatarbelakangi tradisi Nyadran ini menjadikannya bagian tak terpisahkan dari identitas budaya masyarakat Dusun Dompon.
Bagi warga, Nyadran bukan hanya sekadar ritual keagamaan, tetapi juga simbol nilai gotong royong, rasa syukur, serta penghormatan terhadap leluhur.
Harapannya, tradisi ini terus dilestarikan dan diwariskan kepada generasi mendatang, agar kearifan lokal tetap terjaga di tengah perkembangan zaman.
Editor : Murni A