Jatengvox.com – Kebumen semakin dikenal sebagai daerah penghasil karya batik unik. Bukan hanya karena keindahan motifnya, tetapi juga karena pembatiknya adalah anak-anak penyandang disabilitas yang tergabung di Rumah Inklusif Kebumen.
Salah satu produk andalan mereka, batik pegon, bahkan sudah melenggang hingga ajang internasional, mulai dari pameran di Turki tahun 2022 hingga fashion show di Singapura pada 2023.
Karya ini membuktikan bahwa keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai seni tinggi sekaligus bernilai ekonomi.
Keberhasilan tersebut mendapat perhatian khusus dari Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Jawa Tengah, Nawal Arafah Yasin.
Saat berkunjung ke Rumah Inklusif di Desa Kembaran, Kebumen (16/9/2025), Nawal tak hanya melihat-lihat, tetapi juga memborong beberapa produk busana bermotif aksara pegon.
Ia menilai, Rumah Inklusif yang berdiri sejak 2009 ini telah berperan besar dalam memberdayakan keluarga penyandang disabilitas. Selain bidang pendidikan, mereka juga aktif dalam pengembangan seni dan kewirausahaan.
“Rumah Inklusif ini telah mendampingi banyak anak disabilitas, mengajarkan mereka keterampilan hingga menghasilkan karya batik khas, yaitu batik pegon,” ungkap Nawal.
Batik pegon dari Kebumen bukan sekadar indah dipandang, tapi juga sarat makna.
Salah satu motifnya bahkan menyisipkan filosofi tentang anti-bullying dan penolakan terhadap kekerasan. Misalnya, gambar telapak tangan dengan tulisan anti-bullying yang terukir di dalamnya.
Menurut Nawal, pesan tersebut penting karena budaya anti-bullying harus ditanamkan sejak dini, termasuk melalui karya seni.
“Batik ini bukan hanya kain, tetapi juga medium untuk menyuarakan nilai-nilai positif,” ujarnya.
Dalam kunjungan itu, Nawal juga dibuat kagum oleh peragaan busana yang menampilkan anak-anak difabel.
Mereka berjalan di atas panggung dengan penuh percaya diri, mengenakan karya batik hasil tangan mereka sendiri.
Selain itu, Nawal turut melakukan bedah buku berjudul Pesantren Anti-Bullying dan Kekerasan Seksual yang ditulisnya sendiri.
Ia berharap budaya anti-bullying juga diterapkan di kalangan difabel, agar mereka tumbuh di lingkungan yang aman dan suportif.
Koordinator Rumah Inklusif Kebumen, Muinatul Khairiyah, menuturkan bahwa lembaganya kini telah membina lebih dari 100 penyandang disabilitas.
Berbagai program pelatihan diberikan, mulai dari membatik, seni dan budaya, kewirausahaan, hingga pertanian.
Hingga kini, ada 16 motif batik pegon yang sudah diciptakan. Produk-produk tersebut telah dipasarkan ke sejumlah kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta.
“Kami ingin anak-anak bisa berdaya, mandiri, dan sukses, meski memiliki keterbatasan,” ujar Iin, sapaan akrabnya.
Editor : Murni A