Jatengvox.com – Kelompok Kuliah Kerja Nyata (KKN) MIT Posko 139 dari Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang melakukan kunjungan dan observasi mendalam ke salah satu rumah warga di Dusun Niten, Desa Kenteng yang sedang melangsungkan ibadah ritual puja sebagai bagian dari praktik keagamaan dalam agama Budha pada Minggu, 20 Juli 2025.
Kunjungan ini bertujuan memperluas pemahaman mahasiswa mengenai keragaman praktik keagamaan di masyarakat serta menegaskan pentingnya toleransi antarumat beragama yang telah mengakar kuat di Desa Kenteng.
Desa Kenteng dikenal sebagai desa majemuk yang di dalamnya hidup keharmonian, semangat kebersamaan dan menjunjung tinggi nilai keberagaman serta spiritualitas.
Makna Filosofis Altar dalam Tradisi Buddhis
Salah satu aspek penting yang dapat diambil dari observasi ini adalah penjelasan mengenai altar dan simbolisme dalam ritual Buddhis.
Setiap elemen dalam altar memiliki makna filosofis yang mendalam, diantaranya lilin yang melambangkan pengorbanan untuk menerangi kegelapan.
Api lilin yang membakar dirinya sendiri menjadi simbol dedikasi dan penerang bagi sesama. Dupa, menggambarkan harumnya kebaikan. Saat terbakar, dupa menyebarkan aroma yang menenangkan, layaknya kebaikan yang tersebar luas dan membawa ketenteraman.
Air, (manjing ajur ajer dalam istilah Jawa) melambangkan kesederhanaan dan kemampuan membersihkan. Air yang selalu berada di tempat rendah menjadi simbol kerendahan hati dan ketenangan. Bunga, menjadi pengingat akan kefanaan hidup.
Dari mekar hingga layu, bunga menggambarkan siklus kehidupan yang tidak kekal atau anicca dalam ajaran Buddha. Buah, simbol hasil dari perbuatan. Buah yang manis melambangkan kebajikan, sedangkan buah yang membusuk mencerminkan konsekuensi dari perbuatan buruk.
Kegiatan puja bakti dan anjangsana atau silaturahmi tidak hanya menjadi bentuk ibadah, tetapi juga sarana edukasi spiritual serta penyegar jiwa. Dalam tekanan kehidupan modern, puja bakti menjadi oase ketenangan yang memberikan makna lebih dalam bagi para pelakunya.
“Banyak orang saat ini terlalu fokus pada pekerjaan, stres, dan hal-hal duniawi. Padahal, kenikmatan yang hakiki justru datang dari kegiatan rohani, ibadah dan menjalin anjangsana.” ujar Pak Muhsin, Sekretaris Desa Kenteng sekaligus ketua PKUB (Pusat Kesatuan Umat Beragama)
Kenteng: Simbol Moderasi Beragama di Kecamatan Susukan
Desa Kenteng bukan sekadar menyediakan sarana pelaksanaan ritual keagamaan, tetapi juga menjadi simbol moderasi dan harmoni antarumat beragama.
Dalam kehidupan sosial masyarakatnya, nilai saling menghormati dan menerima perbedaan telah menjadi bagian tak terpisahkan.
Pak Muhsin menegaskan keunikan Desa Kenteng dengan ungkapan khas Jawa, “Awak dewe ki podo neng bedo, bedo ning podo,” yang berarti “Kita semua sama, meskipun berbeda tetap satu kesatuan.”
Ungkapan ini merangkum semangat toleransi dan kebersamaan yang hidup di desa tersebut.
“Selamat mencari sesuatu yang indah di Desa Kenteng, karena Kenteng itu unik dan tiada bandingannya di Kecamatan Susukan,” pesan penutup dari Pak Ratno.
Kunjungan KKN MIT Posko 139 ini menjadi bukti bahwa observasi lintas budaya dan agama bukan bertujuan untuk membandingkan, melainkan untuk memahami dan melaporkan kekayaan multikultural yang ada di tengah masyarakat.
Pengalaman ini menjadi edukasi berharga, tidak hanya bagi para mahasiswa, tetapi juga untuk masyarakat luas dalam merawat nilai-nilai toleransi dan keberagaman.
Editor : Murni A