Jatengvox.com – Kasus anak usia sekolah yang terjerat kecanduan judi online hingga terlilit utang pinjaman online kembali menjadi sorotan publik. Fenomena ini bukan sekadar masalah finansial, tetapi juga menyentuh sisi psikologis dan sosial anak.
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menilai, situasi tersebut sudah masuk kategori memprihatinkan.
Anak-anak yang terjebak dalam permainan berbau judi daring kerap kehilangan rasa percaya diri, bahkan terancam masa depannya.
“Judi online sampai terlilit pinjol ini hal yang negatif. Kenapa bisa sampai anak terjerat, kita lihat faktornya internal dan eksternalnya,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, pada Selasa, 28 Oktober 2025.
Woro menjelaskan, anak-anak dan remaja berada pada fase di mana otak mereka belum berkembang secara optimal. Fase tersebut membuat mereka rentan terhadap dorongan emosi dan rasa ingin tahu yang tinggi terhadap hal baru, termasuk dunia digital.
“Usia tersebut adalah usia yang sedang mencari tantangan. Maka, pendampingan keluarga menjadi kunci utama. Orang tua harus memahami perkembangan teknologi dan membangun komunikasi terbuka dengan anak,” jelasnya.
Menurutnya, pola pengasuhan yang baik tidak cukup hanya mengatur, tetapi juga memahami perilaku anak dari sisi psikologis.
Di era digital saat ini, anak bisa dengan mudah mengakses berbagai platform, termasuk game yang memiliki unsur perjudian terselubung.
Salah satu kasus yang menyorot perhatian publik datang dari Kulon Progo, Yogyakarta. Seorang siswa SMP di Kecamatan Kokap dilaporkan mengalami kecanduan judi online hingga menanggung utang pinjol.
Kasus tersebut terungkap setelah pihak sekolah melaporkan siswa itu tidak masuk dalam waktu lama. Setelah ditelusuri, ternyata sang siswa menggunakan uang pinjaman online untuk bermain game daring yang memiliki unsur taruhan.
“Awalnya dari game online, tapi kemudian ada unsur judinya. Sehingga terjebak judol sampai ke pinjol,” ungkap Sekretaris Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Kulon Progo, Nur Hadiyanto.
Siswa tersebut diketahui berasal dari keluarga kurang mampu. Ia tinggal bersama ibu dan adiknya, sementara sang ayah bekerja di luar daerah, tepatnya di Kalimantan. Kondisi ekonomi dan kurangnya pengawasan menjadi faktor yang memperparah situasi.
Fenomena ini memperlihatkan bahwa persoalan judi online dan pinjol tidak hanya soal literasi finansial, tetapi juga soal pengasuhan dan lingkungan sosial anak.
Woro menekankan pentingnya sinergi antara orang tua, sekolah, dan pemerintah untuk menciptakan lingkungan digital yang sehat.
“Pengawasan bukan berarti membatasi secara total, tapi mendampingi dan mengarahkan. Anak-anak harus punya aktivitas positif dan ruang aman untuk menyalurkan rasa ingin tahunya,” katanya.
Selain itu, edukasi tentang bahaya judi online dan pinjaman daring perlu disampaikan sejak dini, baik di rumah maupun di sekolah. Pemerintah daerah pun diharapkan lebih aktif dalam memantau kasus serupa agar tidak berkembang menjadi masalah sosial yang lebih besar.
Editor : Murni A













