Jatengvox.com – Rencana pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu tengah menjadi sorotan. Skema ini dinilai berpotensi menimbulkan masalah baru bagi pemerintah daerah (pemda), terutama dalam hal kesiapan fiskal dan keberlanjutan status kepegawaian.
Ketua Umum Aliansi R2 R3 Indonesia, Faisol Mahardika, bahkan menyebut kebijakan tersebut bisa menjadi “bom waktu” jika tidak diiringi regulasi yang matang.
Menurut Faisol, masa kontrak PPPK paruh waktu yang hanya satu tahun menjadi tantangan tersendiri. Setelah masa kontrak berakhir, pemda wajib memikirkan mekanisme peralihan status ke PPPK penuh waktu.
Tanpa perencanaan yang matang, langkah ini justru berisiko menekan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“PPPK paruh waktu ini sifatnya sementara. Kalau pemda tidak berhati-hati dalam perekrutan, saat harus mengalihkan ke status penuh waktu, APBD bisa terkoreksi signifikan,” ujar Faisol, Minggu (2/11).
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) juga tidak serta merta menyetujui alih status PPPK paruh waktu ke penuh waktu.
Persetujuan tersebut, kata Faisol, akan sangat bergantung pada kemampuan fiskal masing-masing daerah.
Faisol menegaskan, pemerintah daerah perlu segera menyiapkan regulasi yang mengatur proses transisi PPPK paruh waktu menjadi penuh waktu.
Langkah ini penting agar tenaga honorer yang diangkat tidak kehilangan kepastian kerja ketika masa kontrak berakhir.
“Regulasi peralihan PPPK paruh waktu ke full time harus disiapkan pemda. Bersamaan dengan itu, verifikasi dan validasi data harus dibuat berlapis agar honorer bodong tidak bisa lolos,” jelasnya.
Selain aspek regulasi, Faisol juga mengimbau agar proses transisi dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan usia dan masa kerja. Hal ini untuk menghindari beban fiskal mendadak sekaligus menjaga keadilan bagi seluruh tenaga honorer yang telah lama mengabdi.
“Honorer yang usianya mendekati pensiun sebaiknya diprioritaskan agar mereka bisa merasakan status sebagai ASN PPPK,” tambahnya.
Faisol mencontohkan, situasi di Kabupaten Bangkalan menjadi gambaran penting bagaimana pemda harus berhati-hati.
Ia bersama perwakilan honorer di wilayah tersebut telah menemui Bupati Bangkalan, Lukman Hakim, untuk menyampaikan aspirasi 4.104 honorer R2, R3, dan R4 yang akan diangkat menjadi PPPK paruh waktu.
Dalam pertemuan itu, Bupati Lukman sepakat menyiapkan peraturan bupati (perbup) tentang mekanisme peralihan PPPK paruh waktu ke penuh waktu.
Bahkan, pemerintah kabupaten berencana melibatkan perwakilan honorer dalam penyusunan regulasi tersebut.
Namun, ada temuan mengejutkan. Dari proses pendataan, diketahui terdapat sekitar 250 tenaga honorer yang dinyatakan bodong alias tidak memenuhi syarat.
“Pak bupati minta maaf kalau 250 honorer tidak diangkat PPPK paruh waktu karena bodong,” ungkap Faisol.
Aliansi R2 R3 juga menekankan pentingnya transparansi agar tidak terjadi praktik nepotisme dalam proses peralihan status.
Menurut Faisol, semua pihak harus memastikan bahwa pengangkatan dilakukan berdasarkan data valid dan asas keadilan.
Ia juga berharap, pemerintah daerah di seluruh Indonesia dapat belajar dari kasus Bangkalan, agar persoalan serupa tidak muncul di wilayah lain.
“PPPK paruh waktu ini bukan solusi jangka panjang. Kalau tidak disiapkan mekanisme transisinya sejak awal, justru akan menciptakan masalah baru,” tegasnya.
Editor : Murni A













