Jatengvox.com – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menegaskan, kehadiran Polisi Wanita (Polwan) bukan sekadar simbol, tetapi kebutuhan nyata dalam menciptakan sistem hukum yang lebih adil dan berperspektif korban.
Menurut Menteri PPPA Arifah Fauzi, Polri yang selama ini identik dengan kultur maskulin membutuhkan sentuhan empati dari polwan.
“Gender Pride Polisi Wanita adalah wujud nyata perjuangan dalam mewujudkan kesetaraan gender di institusi Polri,” ujarnya dalam keterangan pers di Jakarta, pada Minggu, 14 September 2025.
Arifah menekankan bahwa polwan memainkan peran strategis dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Kehadiran mereka dianggap mampu memberikan pendekatan yang lebih empatik, berbeda dengan pola penyidikan yang cenderung kaku dan formal.
“Dalam banyak kasus kekerasan berbasis gender, pendekatan yang kaku justru bisa memperparah trauma korban. Polwan hadir dengan sensitivitas dan empati yang mampu menenangkan serta membantu korban lebih terbuka,” kata Arifah.
Hal ini sejalan dengan semangat Polri yang semakin mengedepankan pelayanan humanis, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan kelompok rentan.
Meski berperan penting, jumlah polwan di Indonesia masih jauh dari kata ideal. Data menunjukkan hingga 2023 hanya sekitar 26 ribu polwan dari total 434 ribu personel Polri, atau setara dengan 6 persen saja.
Keterwakilan perempuan di jajaran pimpinan tinggi pun masih sangat minim. Padahal, menurut Arifah, potensi mereka tidak kalah dengan anggota laki-laki, baik dalam bidang investigasi, fungsi strategis, hingga kepemimpinan.
“Proporsi perempuan pada level pimpinan tinggi masih sangat kecil. Padahal mereka punya kapasitas yang sama besar untuk menduduki posisi strategis,” tegasnya.
Kementerian PPPA mendorong Polri untuk lebih serius membuka ruang bagi perempuan, termasuk dalam promosi jabatan strategis.
Kehadiran polwan yang lebih banyak diharapkan mampu mengubah wajah Polri menjadi lebih inklusif, adil, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat, terutama korban kekerasan.