Jatengvox.com – Nama Najwa Shihab kembali menjadi topik hangat. Bukan karena komentarnya yang menggelegar, bukan pula karena sikap vokalnya yang biasa jadi sorotan.
Kali ini justru karena ketidakhadirannya yang terasa asing bagi banyak orang.
Netizen ramai-ramai bertanya-tanya, ke mana sosok yang selama ini dikenal lantang mengkritik pemerintah, bicara soal keadilan, dan menyuarakan keresahan publik?
Apakah diamnya Najwa adalah bentuk kontemplasi? Atau justru ada sesuatu yang sedang ia siapkan?
Sejak dua bulan terakhir, publik dibuat resah oleh berbagai isu besar yang mencuat — mulai dari polemik Danantara hingga gelombang penolakan terhadap UU TNI yang semakin masif sejak Ramadan 2025.
Di tengah derasnya perbincangan publik, akun media sosial @najwashihab yang biasanya aktif menyuarakan kritik, justru terlihat lebih sunyi dari biasanya.
Salah satu warganet menulis, “Tahun ini lebih pasif,” komentar singkat yang penuh makna.
Sementara lainnya menyindir, “Mata Najwa ❎ mana Najwa ✅.”
Bahkan tak sedikit pula yang mengaitkan diamnya Najwa dengan kemungkinan masuk kabinet, seperti yang tertulis di komentar lain.
Spekulasi makin liar ketika beberapa waktu lalu tersebar foto Najwa Shihab bersama Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, dalam suasana Lebaran 2025.
Kebersamaan yang seharusnya biasa saja, justru memantik beragam asumsi — dari yang menduga sekadar silaturahmi, hingga yang meyakini adanya agenda besar di balik momen itu.
Publik pun mulai menyusun puzzle: apakah ini tanda-tanda Najwa akan bergabung ke pemerintahan?
Menariknya, hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari pemerintah terkait posisi Meutya Hafid, apalagi sinyal langsung tentang Najwa akan masuk ke jajaran kementerian.
Namun, banyak kalangan menyebutkan bahwa jika benar Najwa Shihab dipercaya menduduki jabatan di sektor komunikasi digital, maka bisa jadi akan terjadi gebrakan besar dalam cara negara ini mengelola informasi di ruang publik.
Sosok Najwa memang bukan nama sembarangan. Ia tak hanya dikenal sebagai jurnalis senior, tapi juga aktivis yang berani membuka tabir isu-isu penting dan sensitif.
Karena itulah, ketiadaannya di ruang publik saat polemik-polemik besar menyeruak, terasa janggal bagi banyak orang.
Komentar lain yang cukup menohok pun muncul, “Ga komen buat Danantara, UU TNI , kasus korupsi yg bejibun mba nya.. sepi bngt ini mba lohh.”
Di sisi lain, diam juga bisa berarti bahwa ia tengah mengamati, menganalisis, atau bahkan menimbang langkah besar berikutnya.
Sebab, Najwa Shihab bukan tipe yang asal bicara tanpa landasan.
Dan barangkali, seperti yang pernah ia sampaikan dalam banyak kesempatan, “Kritik itu bukan sekadar bicara keras, tapi juga tepat sasaran.”
Kita tidak tahu pasti apa yang sedang dipikirkan atau dirancang oleh sang mantan presenter Mata Najwa itu.
Namun, satu hal yang pasti: publik masih memerlukan suara-suara kritis sepertinya — entah itu sebagai jurnalis independen, atau sebagai bagian dari sistem pemerintahan yang ingin berubah.***