Jatengvox.com – Kerumunan massa pencari kerja memadati area Job Fair Bekasi Pasti Kerja 2025 yang digelar oleh Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kabupaten Bekasi pada Selasa, 27 Mei 2025.
Antusiasme publik begitu tinggi hingga menyebabkan antrean panjang di berbagai sudut lokasi acara. Suasana yang awalnya tertib pun berubah menjadi ricuh ketika ribuan pelamar mulai berebut masuk ke area pameran kerja.
Dalam sebuah video yang beredar luas di media sosial, tampak para pelamar saling dorong dan berdesakan.
Kepanikan pun tak terhindarkan saat sejumlah pelamar berusaha menerobos pintu masuk.
Dorong-dorongan terjadi hingga menyebabkan beberapa peserta jatuh pingsan akibat sesak napas dan suhu udara yang meningkat.
Sejumlah petugas keamanan tampak kewalahan menangani padatnya kerumunan.
Mereka berusaha keras menjaga ketertiban, namun upaya tersebut nyaris sia-sia di tengah desakan massa yang tak terbendung.
Beberapa titik bahkan menjadi rawan karena padatnya pelamar yang tidak sabar ingin segera mengakses informasi lowongan kerja.
Tak hanya itu, sistem distribusi informasi lowongan kerja yang menggunakan metode barcode scan justru menambah kepanikan.
Banyak pelamar saling sikut dan adu fisik demi mendapatkan posisi strategis untuk memindai informasi pekerjaan.
Efektivitas sistem ini pun dipertanyakan karena bukannya memperlancar alur informasi, justru menciptakan potensi konflik di lapangan.
Namun, yang lebih mengagetkan adalah munculnya pernyataan dari seorang staff HRD yang menambah kontroversi seputar acara ini.
Melalui sebuah unggahan di akun Instagram @jakarta.keras, ia mengungkapkan sisi lain dari pelaksanaan job fair yang tidak diketahui publik.
“Buat teman-teman, ini cuman info bukan nakutin or jatuhin mental kalian. Aku salah satu staff HRD n 90% jobfair seperti ini hanya FORMALITAS karena perusahaan dipaksa pemerintah untuk mengikuti kegiatan ini, padahal kita lagi gak cari pekerja,” tulis akun @D dalam kolom komentar.
Ia juga menambahkan bahwa banyak perusahaan sebenarnya tidak membuka lowongan secara aktif saat mengikuti job fair, namun mereka tetap hadir untuk menghindari denda dari pemerintah.
“Lihat begini sebenarnya sakit hati, kasihan dan campur aduk tapi pihak perusahaan gak bisa berbuat apa-apa daripada harus bayar denda,” lanjutnya.
Komentar itu pun ramai dibicarakan publik dan menimbulkan pro-kontra. Banyak netizen merasa kecewa dan marah karena merasa waktu, tenaga, dan harapan mereka seolah disia-siakan oleh acara yang ternyata tidak benar-benar membuka kesempatan kerja secara nyata.
Menariknya, si staff HRD juga memberikan saran realistis kepada para pencari kerja agar tidak hanya bergantung pada event seperti job fair. Menurutnya, peluang kerja lebih besar bisa didapatkan melalui platform daring dan jaringan relasi internal.
“Saran aku kalau kalian cari loker paling akurat itu di Jobstreet dan aplikasi sejenis, tambah relasi juga karena pihak perusahaan menanyakan ‘REKOMENDASI’ pada karyawan, dan pelamar ‘REKOMENDASI’ tersebut presentase diterimanya 70% kalau emang skillnya sesuai dengan harapan perusahaan. Jadi tetap semangat buat yang cari kerja,” tutupnya.
Pernyataan ini sontak memicu diskusi luas di kalangan warganet dan pencari kerja. Beberapa merasa tercerahkan, sementara yang lain menyayangkan realita bahwa ajang sebesar job fair justru hanya menjadi simbolis belaka.***