Jatengvox.com – Ketika bulan suci Ramadan tiba, ada satu kebiasaan khas yang selalu dinanti-nantikan oleh umat Muslim di Indonesia, yaitu ngabuburit.
Kegiatan ini dilakukan menjelang waktu berbuka puasa, di mana orang-orang mencari cara seru untuk mengisi waktu sore hingga azan magrib berkumandang.
Tapi tahukah kamu, istilah ngabuburit ternyata punya sejarah panjang dan sudah ada sejak dulu?
Secara etimologi, istilah ini berasal dari bahasa Sunda. Mengutip Kamus Sunda-Indonesia yang diterbitkan oleh Kemendikbud tahun 1985, ngabuburit berakar dari kata “burit” yang berarti sore atau petang.
Hal serupa juga disebutkan dalam Kamus Bahasa Sunda terbitan Lembaga Bahasa dan Sastra Sunda (LBSS).
Ngabuburit merupakan kependekan dari “ngalantung ngadagoan burit,” yang artinya bersantai sambil menunggu waktu senja.
Tradisi ngabuburit ini bukan tren baru. Berdasarkan penelitian Tradisi Keagamaan Masyarakat Kota Bandung di Bulan Ramadan Tahun 1990-2000 oleh M. Fajar, Sulasman, dan Usman Supendi dari Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, kebiasaan ngabuburit sudah eksis sejak dekade 1950-an.
Kala itu, warga Bandung gemar menghabiskan waktu sore di sekitar Alun-alun Bandung, sekadar menikmati suasana atau bercengkerama sembari menanti bedug magrib.
Memasuki era 1980-an, istilah ngabuburit semakin populer, terutama di kalangan anak muda di tanah Pasundan, khususnya Bandung. Dari waktu ke waktu, maknanya pun semakin luas.
Kini, ngabuburit tidak hanya identik dengan bersantai, tetapi juga mencakup berbagai aktivitas seperti jalan-jalan sore, berburu takjil, membaca buku, mengaji, hingga olahraga ringan.
Bahkan, seiring dengan popularitasnya, istilah ini telah resmi masuk ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)!
Dari sekadar kebiasaan masyarakat Sunda, ngabuburit kini telah menjadi fenomena yang dikenal di seluruh Indonesia.
Tradisi ini terus berkembang seiring zaman, memberikan warna tersendiri bagi bulan Ramadan. Nah, kalau kamu sendiri, biasanya ngabuburit dengan cara apa?***