Jatengvox.com – Tanggal 21 April selalu menjadi momen istimewa bagi masyarakat Indonesia. Hari tersebut diperingati sebagai Hari Kartini, hari lahir Raden Ajeng Kartini, seorang pelopor emansipasi wanita Indonesia.
Namun, makna Hari Kartini seringkali hanya dipahami sebatas simbolik: mengenakan kebaya, parade anak-anak, atau sekadar mengutip surat-suratnya yang legendaris.
Padahal, esensi peringatan Hari Kartini jauh lebih dalam dan tetap relevan, bahkan di tengah kemajuan zaman dan teknologi.
Kartini hidup di masa ketika perempuan tidak punya banyak pilihan. Ia menyuarakan gagasan tentang pendidikan untuk perempuan, kebebasan berpikir, dan hak untuk menentukan masa depan sendiri.
Dalam surat-suratnya kepada teman-teman Eropa, ia mencurahkan harapan agar perempuan Indonesia bisa setara dalam segala hal: pendidikan, pekerjaan, hingga hak bersuara.
Inilah makna Hari Kartini yang sesungguhnya—perjuangan panjang menuju kesetaraan gender yang hingga kini masih harus terus diperjuangkan.
Di era media sosial, teknologi, dan arus informasi yang begitu deras, makna Hari Kartini perlu dimaknai lebih dari sekadar romantisme masa lalu.
Banyak generasi muda yang kini mencari relevansi baru dari perjuangan Kartini. Apakah perjuangan itu masih penting? Jawabannya: sangat penting.
Masih banyak perempuan di pelosok Indonesia yang belum mendapatkan akses pendidikan yang layak. Masih ada diskriminasi gender di tempat kerja.
Bahkan di dunia digital, perempuan masih rentan terhadap kekerasan berbasis gender online. Inilah alasan mengapa Hari Kartini tetap harus menjadi pemicu kesadaran kolektif.
Kini, semangat Kartini tak hanya menyangkut perempuan. Ia tentang siapa saja yang berani memperjuangkan keadilan, pendidikan, dan hak asasi.
Dalam konteks ini, makna Hari Kartini di masa kini bisa diartikan sebagai perlawanan terhadap segala bentuk ketimpangan. Bukan cuma gender, tapi juga ketimpangan akses informasi, kesehatan, dan ekonomi.
Perempuan-perempuan masa kini yang bekerja di bidang teknologi, pendidikan, kesehatan, dan sektor informal adalah wajah-wajah Kartini modern.
Mereka tidak harus mengenakan kebaya atau menulis surat untuk memperjuangkan haknya. Cukup dengan bersuara, berkontribusi, dan tidak berhenti belajar—itulah semangat Kartini yang sebenarnya.
Penting bagi institusi pendidikan dan keluarga untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang makna Hari Kartini.
Anak-anak perempuan harus diajak berdiskusi, tidak hanya tentang sejarah, tetapi juga tentang mimpi-mimpi mereka di masa depan.
Perayaan Hari Kartini seharusnya bukan hanya panggung busana, tapi juga ruang untuk berdiskusi tentang nilai-nilai penting seperti keberanian, pendidikan, dan kesetaraan.
Generasi muda, khususnya Gen Z dan milenial, memiliki akses luar biasa terhadap informasi. Ini adalah peluang sekaligus tantangan.
Makna Hari Kartini bagi generasi ini seharusnya menjadi pemicu untuk terus bergerak maju, belajar lebih giat, dan peduli terhadap isu-isu sosial di sekitar mereka.
Perjuangan Kartini adalah warisan yang harus diteruskan dengan cara yang baru—menggunakan media sosial, gerakan komunitas, hingga advokasi digital.***
Jatengvox.com - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas untuk meningkatkan kualitas gizi siswa justru…
Jatengvox.com - Penerimaan zakat oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Jawa Tengah terus mengalami lonjakan…
Jatengvox.com - Setelah menyelesaikan bangku sekolah, melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi tentu menjadi impian banyak…
Jatengvox.com - Di era digital seperti sekarang, bekerja dari rumah atau work from home (WFH)…
Jatengvox.com - Di era digital seperti sekarang, gadget telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan…
Jatengvox.com - Di era digital yang serba cepat ini, kita cenderung menyepelekan hal-hal kecil yang…