Jatengvox.com – Lebaran identik dengan berbagai hidangan khas yang menggugah selera, salah satunya adalah opor ayam.
Hampir di setiap rumah, sajian ini selalu hadir menemani ketupat, sambal goreng ati, dan aneka pelengkap lainnya.
Namun, pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa opor ayam menjadi menu wajib saat Lebaran?
Apa sejarah dan filosofi di balik hidangan ini? Mari kita kupas lebih dalam
Sejarah Opor Ayam: Warisan Kuliner dari Masa Lalu
Opor ayam merupakan hidangan tradisional khas Nusantara yang sudah ada sejak zaman kerajaan.
Diperkirakan, opor ayam memiliki akar budaya yang berasal dari Jawa, khususnya dalam tradisi kuliner Kesultanan Mataram.
Dalam catatan sejarah, opor ayam bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga bagian dari budaya syukuran dan perayaan besar.
Dulu, opor ayam sering disajikan dalam acara-acara sakral, seperti peringatan Maulid Nabi, selamatan, hingga upacara adat Jawa.
Seiring berjalannya waktu, tradisi ini berkembang dan opor ayam pun menjadi hidangan yang selalu hadir di setiap perayaan Idulfitri.
Filosofi Opor Ayam: Makna Mendalam di Balik Rasa Gurihnya
Lebaran bukan hanya momen silaturahmi, tetapi juga ajang untuk merefleksi diri setelah menjalani ibadah puasa sebulan penuh.
Ternyata, opor ayam memiliki filosofi mendalam yang berkaitan dengan kesucian, kebersamaan, dan rasa syukur.
1. Warna Putih sebagai Simbol Kesucian
Kuah opor yang berwarna putih melambangkan kesucian hati setelah sebulan berpuasa.
Idulfitri sendiri memiliki makna kembali ke fitrah, yaitu kembali suci dan bersih dari dosa setelah menjalani Ramadan dengan penuh keikhlasan.
2. Ayam sebagai Simbol Kebersamaan
Ayam dalam hidangan opor melambangkan hubungan sosial dan kebersamaan.
Seperti halnya ayam yang hidup berkelompok, manusia pun diingatkan untuk selalu menjaga hubungan baik dengan keluarga, tetangga, dan sesama setelah Ramadan.
3. Ketupat dan Opor: Kombinasi yang Sarat Makna
Opor ayam selalu disantap bersama ketupat. Dalam budaya Jawa, ketupat melambangkan ketulusan dan permintaan maaf, sementara opor ayam melambangkan kesederhanaan dan keberkahan.
Kombinasi keduanya mencerminkan nilai-nilai Lebaran yang mengajarkan umat Islam untuk saling memaafkan dan mempererat silaturahmi.
Opor Ayam di Berbagai Daerah: Ragam Cita Rasa yang Berbeda
Meskipun dikenal luas sebagai hidangan khas Jawa, opor ayam ternyata memiliki beragam variasi di berbagai daerah di Indonesia.
Opor Ayam Jawa: Kuahnya lebih kental dengan dominasi rasa gurih dari santan dan aroma khas daun salam serta serai.
Opor Ayam Padang: Menggunakan bumbu yang lebih kaya rempah, termasuk cabai, sehingga menghasilkan rasa yang lebih pedas dan kuat.
Opor Ayam Betawi: Terkadang ditambahkan jintan dan kayu manis untuk aroma yang lebih kompleks.
Opor Ayam Sunda: Kuahnya lebih ringan dengan penggunaan santan encer dan rasa yang lebih segar.
Opor ayam bukan sekadar makanan, tetapi juga bagian dari sejarah dan filosofi Lebaran yang mengajarkan kesucian, kebersamaan, dan rasa syukur.
Dari masa Kesultanan Mataram hingga saat ini, opor ayam tetap menjadi hidangan ikonik yang selalu dinantikan setiap Idulfitri.***