Nyeri dan Depresi: Mengapa Keduanya Saling Berhubungan?

Jatengvox.com – Nyeri dan depresi adalah dua kondisi yang sering kali muncul bersamaan.

Banyak penelitian menunjukkan bahwa orang yang mengalami nyeri kronis cenderung mengalami depresi, dan sebaliknya, penderita depresi juga lebih rentan mengalami nyeri fisik.

Hubungan kompleks antara keduanya tidak hanya melibatkan aspek psikologis tetapi juga mekanisme biologis dalam tubuh.

Lalu, mengapa nyeri dan depresi saling berhubungan?

1. Hubungan Biologis antara Nyeri dan Depresi

Secara ilmiah, nyeri dan depresi berbagi jalur saraf dan neurotransmitter yang sama di otak, seperti serotonin, dopamin, dan norepinefrin.

Ketika seseorang mengalami nyeri kronis, kadar serotonin dan dopamin dalam tubuh dapat menurun, yang kemudian dapat memicu gejala depresi.

Begitu pula sebaliknya, depresi dapat menyebabkan hipersensitivitas terhadap rasa sakit, sehingga nyeri terasa lebih intens.

Studi juga menemukan bahwa kortisol, hormon stres yang meningkat pada penderita depresi, dapat memperburuk rasa nyeri.

Baca juga:  5 Langkah Sederhana Agar Membaca Buku Menjadi Kebiasaan Baru yang Menyenangkan

Tingginya kadar kortisol dalam tubuh dapat meningkatkan peradangan dan memperburuk sensasi nyeri, membuat seseorang terjebak dalam lingkaran setan antara nyeri dan depresi.

2. Dampak Psikologis dari Nyeri terhadap Kesehatan Mental

Nyeri kronis tidak hanya berdampak pada fisik tetapi juga dapat menurunkan kualitas hidup seseorang.

Aktivitas sehari-hari menjadi terbatas, tidur terganggu, dan tingkat stres meningkat.

Ketidakmampuan untuk beraktivitas normal ini dapat menyebabkan perasaan putus asa, kecemasan, dan pada akhirnya berujung pada depresi.

Selain itu, rasa nyeri yang tidak kunjung sembuh sering kali membuat seseorang merasa tidak berdaya dan kehilangan harapan.

Situasi ini dapat memperburuk kondisi mental dan membuat penderita lebih rentan terhadap gangguan emosional.

3. Efek Depresi terhadap Persepsi Nyeri

Depresi dapat memperburuk sensasi nyeri dengan mengubah cara otak memproses rasa sakit.

Baca juga:  Nyeri Psikosomatis: Saat Stres dan Emosi Menyebabkan Rasa Sakit

Penderita depresi cenderung memiliki ambang batas nyeri yang lebih rendah, sehingga mereka lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri yang mungkin tidak begitu menyakitkan bagi orang lain.

Fenomena ini dikenal sebagai “hiperalgesia,” di mana tubuh merespons nyeri dengan lebih intens.

Selain itu, individu yang mengalami depresi sering kali kurang memiliki motivasi untuk mencari pengobatan atau melakukan aktivitas fisik yang dapat membantu mengurangi rasa nyeri.

Hal ini menyebabkan nyeri yang dialami semakin parah dan lebih sulit untuk diatasi.

4. Cara Mengatasi Nyeri dan Depresi Secara Bersamaan

Karena nyeri dan depresi saling berkaitan, pendekatan pengobatan yang holistik diperlukan untuk mengatasinya.

Beberapa metode yang dapat membantu mengelola kedua kondisi ini antara lain:

Baca juga:  Kenapa Work-Life Balance Bukan Lagi Tujuan? Ini Konsep Baru yang Lebih Relevan
a. Terapi Kognitif dan Perilaku (CBT)

CBT merupakan salah satu terapi psikologis yang efektif untuk mengatasi depresi dan nyeri kronis.

Terapi ini membantu individu mengubah pola pikir negatif terkait nyeri dan meningkatkan strategi koping yang lebih sehat.

b. Olahraga Teratur

Aktivitas fisik seperti yoga, berenang, atau berjalan kaki dapat merangsang produksi endorfin, hormon yang berfungsi sebagai pereda nyeri alami dan penambah suasana hati.

c. Pengobatan Medis

Dokter mungkin meresepkan antidepresan yang juga memiliki efek mengurangi nyeri kronis.

Beberapa obat seperti serotonin-norepinephrine reuptake inhibitors (SNRIs) terbukti efektif dalam mengatasi kedua kondisi ini.

d. Teknik Relaksasi

Meditasi, pernapasan dalam, dan terapi musik dapat membantu menurunkan tingkat stres dan mengurangi sensasi nyeri.

Teknik-teknik ini juga dapat meningkatkan kualitas tidur dan mengurangi gejala depresi.***

Pos terkait

mandira-ads