Fenomena FOMO dalam Kehidupan Gen Z, Mengganggu Kesehatan Mental?

Fenomena FOMO dalam Kehidupan Gen Z
Fenomena FOMO dalam Kehidupan Gen Z

Jatengvox.com – Fenomena FOMO dalam kehidupan Gen Z menjadi salah satu realitas yang sulit dihindari. FOMO atau Fear of Missing Out, adalah rasa cemas atau takut saat merasa tertinggal dalam tren, aktivitas, atau informasi yang sedang hangat diperbincangkan.

Istilah ini bukan sekadar jargon media sosial, melainkan mencerminkan kondisi psikologis yang mulai meresahkan banyak pihak.

Fenomena FOMO ini dapat kita lihat jelas dalam aktivitas sehari-hari.

Mulai dari perasaan bersalah karena tak bisa ikut nongkrong, hingga panik saat tidak update soal topik yang sedang viral.

Gen Z, yang lahir dan tumbuh di tengah gempuran teknologi dan informasi, tak jarang merasa harus selalu “ikut serta” agar tidak dianggap ketinggalan atau tidak relevan.

Ketika Notifikasi Menjadi Sumber Kecemasan

Hampir setiap detik, gawai mereka menyala—baik dari grup WhatsApp, notifikasi Instagram, hingga update TikTok.

Baca juga:  Mengenal Burnout: Tanda, Penyebab, dan Cara Mengatasinya

Jika terlambat sedikit saja merespons, mereka bisa merasa terisolasi. Ini adalah cerminan nyata dari FOMO.

Aktivitas yang seharusnya menyenangkan justru berubah menjadi beban karena tekanan untuk selalu eksis dan terhubung.

Banyak anak muda merasa perlu membuktikan eksistensinya lewat unggahan story, ikut tren dance TikTok, atau sekadar “check in” di kafe hits terbaru.

Jika tidak, mereka dihantui perasaan gagal, malu, atau tidak cukup keren di mata teman-temannya.

Dampak FOMO pada Kesehatan Mental

Apa yang terlihat sepele ini ternyata membawa dampak serius. Psikolog menyebutkan bahwa FOMO bisa memicu stres kronis, kecemasan sosial, bahkan depresi.

Rasa tidak pernah cukup dan terus membandingkan diri dengan orang lain membuat Gen Z terjebak dalam siklus mental yang melelahkan.

Tak sedikit yang mengaku merasa lelah secara emosional, tetapi tidak bisa berhenti berselancar di media sosial.

Baca juga:  Cara Mudah Menerapkan Pola Makan Bergizi dalam Kehidupan Sehari-hari

Mereka takut kehilangan informasi penting, takut ketinggalan obrolan, bahkan takut kehilangan koneksi sosial hanya karena tidak ikut satu tren saja.

Media Sosial Pisau Bermata Dua

Media sosial, di satu sisi, memang memberi ruang berekspresi dan membangun jejaring. Namun di sisi lain, platform ini juga memperkuat budaya FOMO.

Algoritma dirancang untuk membuat pengguna terus “on”, terus penasaran, terus ingin tahu.

Bukan hanya Gen Z yang terjebak, tapi mereka adalah kelompok yang paling rentan karena fase perkembangan mereka sangat dipengaruhi oleh validasi sosial.

Cara Menghadapi FOMO

Langkah pertama untuk menghadapi FOMO adalah menyadari bahwa tidak semua hal harus diikuti. Tidak semua tren harus dilakoni.

Penting untuk mengenali batas diri dan kebutuhan pribadi. Istirahat dari media sosial (social media detox) bisa menjadi solusi jitu untuk menenangkan pikiran.

Baca juga:  Bagaimana Gen Z Menggunakan Media Sosial untuk Membangun Brand?

Selain itu, belajar hadir secara utuh dalam momen nyata juga penting. Nongkrong tanpa harus memotret makanan.

Berlibur tanpa harus membuktikannya di Instagram. Ini bukan tentang menghindar, tapi tentang mengontrol kembali hidup dari ketergantungan akan validasi digital.

Menjadi Gen Z yang Lebih Tangguh

FOMO memang bagian dari zaman, tetapi bukan berarti tak bisa dilawan. Justru dari tantangan inilah Gen Z bisa tumbuh lebih tangguh, lebih sadar diri, dan lebih bijak dalam memilah mana yang benar-benar penting untuk diikuti, dan mana yang hanya sekadar “demi terlihat up to date”.

Mereka harus belajar bahwa kehidupan yang bermakna tidak selalu terlihat di layar, tapi terasa dalam hati. Tak mengapa ketinggalan tren sesekali, asalkan tidak kehilangan jati diri sendiri.***

 

Pos terkait

mandira-ads