Jatengvox.com – Bicara soal legenda, tak ada yang bisa mengabaikan sosok Titiek Puspa.
Namanya tak hanya abadi dalam lirik-lirik indah, tapi juga dalam semangatnya menjaga jati diri bangsa melalui seni dan budaya.
Namun, siapa sangka, sebelum kepergiannya yang mengharukan pada Kamis, 10 April 2025, Titiek sempat merekam percakapan mendalam bersama Deddy Corbuzier—percakapan yang kini menjadi semacam wasiat kebudayaan.
Video berdurasi 15 menit itu diunggah di kanal YouTube Deddy pada hari pemakaman Eyang Titiek di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan, Jumat, 11 April 2025.
Dalam video tersebut, Titiek Puspa bicara bukan sebagai selebritas, melainkan sebagai seorang ibu bangsa yang gelisah melihat budaya Indonesia kian tergeser oleh hiruk pikuk kehidupan modern.
“Di diri saya, saya sangat mengagumi alam semesta Indonesia yang luar biasa dan saya kagum kepada leluhur saya, yang telah menciptakan seni budaya Indonesia yang luar biasa. Dari Sabang sampai Merauke lain semua kan? Tapi kenapa tidak dilestarikan dengan sungguh-sungguh?” ucap Titiek dengan nada penuh keprihatinan.
Kata-kata itu terasa menampar, terutama bagi mereka yang selama ini menganggap budaya hanyalah sebatas hiburan musiman.
Apa yang dikatakan Titiek bukan sekadar kritik, melainkan sebuah ajakan reflektif. Ia menyesalkan betapa acara budaya seringkali hanya muncul pada momen tertentu—musiman, tanpa keberlanjutan.
Ia mengimpikan adanya panggung permanen, semacam rumah bagi kebudayaan yang bisa diakses kapan saja, terutama di kota-kota besar.
“Harusnya itu ada satu tempat di semua ibu kota, apalagi ibu kota Jakarta. Itu harus ada teater yang menampilkan seni budaya Indonesia,” ungkapnya lantang.
Menariknya, Titiek tak hanya mengkritik, tapi juga menawarkan solusi. Ia memimpikan kehadiran teater musikal modern yang mengangkat kisah-kisah rakyat dari berbagai daerah.
Bukan teater biasa, tapi pertunjukan dengan balutan kekinian yang tetap menjunjung keaslian, agar dapat dinikmati oleh generasi muda dan wisatawan mancanegara.
“Penampilannya agak dikinikan, yang betul-betul asli ada, tapi ada sentuhan-sentuhan kekinian,” tambahnya, seolah berbicara langsung kepada siapa saja yang peduli dengan masa depan budaya bangsa.
Dalam percakapannya, Titiek juga mengamati bahwa negara-negara maju sukses menjadikan budaya lokal sebagai magnet pariwisata.
Menurutnya, Indonesia tak kalah punya potensi, hanya saja belum digarap secara serius dan berkelanjutan.
Yang ironis, justru Jakarta sebagai ibu kota belum memiliki representasi budaya permanen yang kuat.
“Jadi Indonesia yang dikenal Bali saja. Jakarta kan ibu kota Indonesia, itu harus ada teater,” tegas Titiek, menyentil betapa minimnya panggung budaya di pusat pemerintahan negeri ini.
Namun, yang paling menggugah dari video itu bukan hanya isi pernyataan Titiek, melainkan momen bisik-bisiknya kepada Deddy Corbuzier usai sesi rekaman podcast. Dalam deskripsi video, Deddy menuliskan dengan penuh rasa haru:
“Eyang Titiek Puspa setelah podcast bisik-bisik ke saya. Ded, kayaknya pesan yang ini selama saya hidup tidak akan didengarkan. Simpan videonya… sampai saatnya.”
Dan saatnya itu datang ketika suara Titiek tak lagi bisa kita dengar secara langsung.
Video ini, yang kini telah ditonton lebih dari satu juta kali, menjadi saksi bisu bahwa pesan itu akhirnya tersampaikan—meski harus menunggu kepergian sang empunya suara.***