Jatengvox.com — Dalam rangka memperingati Hari Kartini, komunitas Suara Inklusi Kendal menggelar kegiatan “Membaca Bersama Surat Kartini” sebagai bagian dari agenda diskusi bulanan mereka.
Bertempat di Angkringan Pojok BKR, belakang GOR Bahurekso, kegiatan ini menjadi refleksi bersama lintas generasi tentang semangat perjuangan R.A. Kartini dalam memperjuangkan pendidikan dan kesetaraan, khususnya bagi kaum perempuan.
Suara Inklusi Kendal sendiri merupakan ruang belajar terbuka yang mewadahi siapa pun untuk menyuarakan isu-isu inklusivitas. Setelah sebelumnya menggelar “Moco Buku Rame-Rame” pada Maret 2025 di Teras Budaya Prof. Mudjahirin Tohir, kegiatan ini menjadi momen kedua dalam rangka merawat semangat literasi dan keberagaman perspektif.
Salah satu anggota Suara Inklusi Kendal, Endah Puspitotanti, mengungkapkan bahwa kegiatan ini menjadi ruang bertukar pandangan antara generasi muda dan tua.
“Semangat Kartini ternyata masih sangat relevan hari ini. Ia memperjuangkan akses pendidikan dan kesetaraan, yang hingga kini masih menjadi isu penting. Kami tidak menyangka antusiasme peserta begitu besar,” ujarnya.
Kegiatan dimulai dengan perkenalan, kemudian para peserta secara bergiliran membacakan surat-surat Kartini. Dari total 21 surat yang disiapkan, hanya 11 surat yang sempat terbaca karena keterbatasan waktu. Setelah sesi pembacaan, diskusi hangat pun berlangsung, memperkaya makna dan refleksi atas isi surat-surat tersebut.
Sebanyak 21 peserta hadir dari berbagai wilayah dan organisasi di Kabupaten Kendal, seperti Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal Heritage, Lesbumi, Dewan Kesenian, hingga Fatayat NU.
Ketua Lesbumi Kendal, Muslichin, turut hadir dan menyampaikan apresiasinya.
“Surat Kartini tidak cukup hanya dibaca, tetapi harus dipahami dan dimaknai. Kegiatan ini memicu kesadaran kolektif bahwa Kartini bukan sekadar simbol, tapi pemikir pembebas yang gagasannya sering direduksi. Membaca bersama seperti ini menghidupkan kembali semangat emansipasi,” katanya.
Peserta lain, Khalyun Dwi Kusumaningrum, juga mengungkapkan kesan mendalamnya.
“Membaca judul acaranya saja sudah membuat hati saya bergetar. Saat surat-surat Ibu Kartini dibacakan, saya merinding. Semoga kegiatan seperti ini tidak berhenti di bulan April saja, tapi terus berlanjut dengan aksi nyata yang membawa dampak bagi perempuan dan bangsa,” tuturnya.
Kegiatan ini menjadi bukti bahwa semangat Kartini masih hidup dan dapat menjadi inspirasi untuk perjuangan hari ini bukan hanya sebagai simbol seremonial, tetapi juga sebagai pemantik perubahan sosial yang inklusif dan berkelanjutan.***