Jatengvox.com – Siapa bilang beralih ke energi bersih itu sulit dan mahal? Jika Anda masih berpikir demikian, mungkin sudah saatnya membongkar anggapan lama itu. Karena faktanya, Jawa Tengah diam-diam tengah bergerak cepat menuju masa depan energi yang ramah lingkungan.
Dan yang bikin heboh, perubahan ini justru dipelopori oleh mereka yang sering dianggap pinggiran dalam urusan energi: pemuda desa, pemerintah lokal, bahkan… kotoran sapi.
Sabtu, 3 Mei 2025 lalu, semangat itu tumpah ruah dalam ajang Central Java Youth Sustainability Forum 2025 di Legacy Hall, Semarang.
Sebanyak 350 peserta dari berbagai latar belakang hadir untuk membahas bagaimana membangun mindset baru soal Energi Baru Terbarukan (EBT).
Acara ini bukan sekadar seminar—ini adalah panggung gebrakan perubahan pola pikir, dari energi mahal ke energi masa depan yang terjangkau.
Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekda Jateng, Sujarwanto Dwiatmoko mengungkapkan, pelibatan pemuda dan desa dalam pembangunan berkelanjutan merupakan langkah nyata untuk mencapai target bauran energi bersih.
“Bagian ini adalah cara kita mengejar, membuat kesadaran (mindset) orang bahwa Energi Baru Terbarukan memang dibutuhkan orang juga penting,” ujarnya selepas forum.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memang punya target ambisius. Hingga akhir 2024, realisasi bauran EBT telah mencapai 18,58 persen dari target 21,32 persen pada 2025.
Ini bukan angka kosong. Di baliknya ada deretan pembangkit listrik tenaga air, tenaga surya, biogas, dan panas bumi yang tersebar dari kota sampai desa.
Salah satunya adalah PLTA berkapasitas 322 megawatt dan PLTS sebesar 46 megawatt yang kini menopang sistem energi Jateng.
Kepala Dinas ESDM Jawa Tengah, Boedyo Dharmawan menjelaskan, transisi energi bukan hanya proyek teknis, tapi gerakan sosial.
“Ini penting, transisi energi kita sosialisasikan ke seluruh masyarakat, untuk mengubah sikap perilaku menuju energi hijau, berkelanjutan, dan terbarukan, sebagai pengganti energi fosil. Di tangan kaum muda, nantinya mengenal memberi edukasi dan berkontribusi nyata,” katanya dengan penuh optimisme.
Menariknya, perubahan ini tidak hanya terjadi di ruang-ruang seminar atau gedung industri. Di sudut-sudut desa, energi bersih kini mulai jadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Desa Karangpakis di Cilacap misalnya, kini telah mandiri energi dengan mengolah limbah ternak sapi menjadi biogas.
“Sekarang sudah 36 keluarga yang pakai. Dipakai untuk gas (masak) kemudian pupuk dan penerangan. Lebih hemat, kalau dulu sebulan untuk warga bisa pakai 2-3 tabung gas, sekarang cuma iuran Rp20 ribu sebulan. Keuntungan lainnya, sudah tidak ada bau kotoran sapi,” kata Risman, Kasi Kesejahteraan Desa Karangpakis, sembari tersenyum puas.
Tak hanya Karangpakis, Desa Genengsari di Sukoharjo dan Desa Polosiri di Bawen juga ikut mendapat penghargaan sebagai Desa Mandiri Energi. Jika satu desa bisa, kenapa yang lain tidak?
Bahkan industri pun tak mau ketinggalan. Beberapa perusahaan kini beralih menggunakan panel surya, apalagi produsen panel tersebut telah hadir di kawasan industri Kendal dan Demak. Hal ini bukan cuma soal kebutuhan, tapi juga gaya hidup dan tuntutan pasar global.
Menurut Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), ancaman perubahan iklim nyata dirasakan di Jawa Tengah.
Dari rob di pesisir utara hingga pola tanam yang tak lagi dapat diprediksi. Karena itu, katanya, “Generasi muda harus berkontribusi dengan terus belajar dan mengembangkan keterampilan berbasis ramah lingkungan.
Juga, menjadi ‘pendengung’ agar energi hijau kian akrab di telinga masyarakat.”
Tak heran jika kemudian penghargaan juga diberikan kepada pihak-pihak yang secara konkret mengubah kebiasaan menjadi lebih hemat energi. SMAN 8 Semarang, misalnya, dianugerahi penghargaan sekolah hemat air.
Begitu juga dengan PT Industri Jamu dan Farmasi serta beberapa pelaku pertambangan seperti PT Semen Indonesia dan CV Mukong yang menerapkan Good Mining Practice.
Transformasi ini juga tampak dari pergeseran kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik. Kini, ada 13.778 unit kendaraan listrik beroperasi di Jateng, lengkap dengan 247 Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang tersebar di seluruh provinsi.***