Jatengvox.com – Sebagai seorang pencinta sastra, kita sering dibuat terpana oleh keindahan rangkaian kata dalam puisi.
Namun, tahukah Anda bahwa ada sebuah syair Arab klasik yang begitu rumit sehingga konon hampir mustahil untuk dihafalkan?
Ya, syair ini adalah Sawt Al-Safiri Al-Bulbuli (صوت صفير البلبل), karya fenomenal Al-Asma’i. Tidak hanya menyuguhkan keindahan bahasa, syair ini juga menjadi bukti kepiawaian sang penyair dalam bermain kata dan metafora.
Konon, kisah ini berawal dari Khalifah Harun Al-Rashid dari Dinasti Abbasiyah yang ingin menguji para penyair dengan tantangan yang sulit.
Ia meminta mereka menciptakan syair yang begitu kompleks hingga tak bisa langsung diingat atau ditulis ulang dengan akurat.
Jika gagal, mereka harus menyerahkan emas atau harta mereka kepada sang khalifah. Al-Asma’i yang dikenal dengan kecerdikannya, langsung menciptakan Sawt Al-Safiri Al-Bulbuli, sebuah syair yang sarat dengan permainan bunyi, metafora, serta keindahan bahasa Arab yang luar biasa.
Syair ini mengisahkan cinta penuh gairah dengan berbagai metafora alam seperti burung bulbul, bunga, kopi, dan taman yang indah.
Bukan hanya ungkapan perasaan, namun juga bukti bahwa Al-Asma’i adalah seorang penyair dengan kemampuan luar biasa dalam menyusun kata-kata yang sulit ditandingi.
Tanpa berlama-lama, berikut adalah teks lengkap dari syair Sawt Al-Safiri Al-Bulbuli beserta terjemahannya:
Sawt sufayr albulbal hij qalbi althamaliu
(Suara kicauan burung bulbul menggetarkan hatiku yang mabuk cinta)
Alma’ walzuhr maean mae zahr lihazi almaqli
(Air dan bunga bersama dengan keindahan yang tak tertandingi)
Wa’ant ya siadli wasidi wamulili
(Dan engkau, wahai tuanku, junjunganku, dan penguasa hatiku)
Fakam fakum taymali ghazil eaqiqali
(Begitu besar pesona cintamu yang menawan hatiku)
Qatafath min wajnat man lathim ward alkhajali
(Aku memetik dari pipinya mawar yang tersipu malu)
Faqal la la la la la faqad ghadan muharuili
(Dia berkata, “Tidak, tidak, tidak, karena esok aku akan bergegas pergi”)
Walkhud malt taraban man faeal hadh alrajlii
(Pipi itu berseri bahagia, siapa yang membuatnya demikian?)
Fulult wwlult wli wali ya wylli
(Aku berkata, “Oh, celaka! Oh, nasib malangku!”)
Faqult la tululi wabini alluwluly
(Aku berkata, “Jangan menyiksaku, berikanlah mutiara hatimu kepadaku”)
Qalat lah hin kadha ‘iinhid wujid bialnaqlii
(Dia berkata, “Jika begitu, angkatlah dan bawalah dengan kelembutan”)
Wafatiat suqunani qahwat kaleuslalii
(Aku mencicipi kopi di pasar seperti madu yang manis)
Shamamtuha bi’anfi ‘azkaa min alqaranafilii
(Aku menghirup aromanya, lebih harum dari cengkeh)
Fi wasat bustan huliyin bialzahr walsurur li
(Di tengah taman yang indah, penuh bunga dan kebahagiaan)
Waleud dindan din li waltabl tabtab tabaliun
(Kecapi berbunyi ‘dindan din’, dan genderang berdetak ‘tabtab tab’)
Tab tabtab tibi tabtab tib tabtab tabtab li
(Tak, tak, tak, dentuman musik menyenangkanku)
Walsaqf saqu saqi siqi li walraqs qad tab ‘iilaya
(Atap bergema, dan tarian membuatku bahagia)
Shawaa shiwaa washahshi ealaa waraq sifarijali
(Suara merdu terdengar di antara dedaunan pohon pir)
Wagharad alqamar bisayh wala yanfi manayiy
(Bulan bersinar terang, tak menghapus impian-impian indahku)
Walaw tarani rakiban ealaa himar ‘ahzal
(Dan andai kau melihatku menunggang keledai kurus)
Yamshi ealaa thalathat kamishyat alearinjali
(Berjalan dengan tiga kaki seperti pincangnya seseorang)
Walnaas tarjam jamali fi alsuwq bialqalaqalali
(Orang-orang mengomentari keindahanku di pasar dengan kehebohan)
Walkulu kaeakae kaeakae khalfi wamin huaylli
(Semuanya berceloteh, “keak keak,” di belakangku dan di sekelilingku)
Lakin mashit hariban min khashyat aleaqanqali
(Tapi aku berjalan pergi, melarikan diri dari rasa malu)
‘Iilaa liqa’ malik muezam mubjiliun
(Untuk menemui seorang raja agung yang terhormat)
Yamuruni bikhaleat hamra’ kaldam damali
(Yang memberiku jubah merah seperti warna darah)
‘Ajar fiha mashya mubghadudan lildhiyli
(Aku berjalan dengan penuh keanggunan, membiarkan ujungnya berkibar)
‘Ana al’adib al’almaeiu man hayi ‘ard almusli
(Aku adalah penyair cerdas dari tanah Arab)
Nazamt qatean zakhraft yaejaz eanha al’adbaliu
(Aku merangkai syair indah yang membuat para pujangga terkesima)
‘Aqul fi matlaeiha sawt sufayr albalbalii
(Aku berkata dalam pembukaannya, “Suara kicauan burung bulbul…”)
Sebagai pencinta sastra, kita bisa belajar banyak dari syair ini. Keindahan kata tidak hanya terletak pada maknanya, tetapi juga pada bunyi, irama, dan struktur yang mendukungnya.***