Jatengvox.com – PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, saat ini menghadapi situasi yang sangat genting.
Setelah 45 hari sejak Pengadilan Niaga Semarang menetapkan status pailit, keberlanjutan operasional perusahaan tampaknya masih belum menunjukkan titik terang.
Kondisi ini memunculkan kekhawatiran besar, terutama di kalangan karyawan yang nasibnya kian tak menentu.
Koordinator Serikat Pekerja Sritex Group, Slamet Kaswanto, menjelaskan bahwa sejumlah mesin produksi telah dihentikan oleh pihak manajemen, sementara bahan baku di pabrik mulai menipis.
“Produksi berhenti dan karyawan nasibnya tidak jelas. Belum lagi informasi yang kami terima bahwa rekening bank telah diblokir kurator,” ujarnya pada Minggu (8/12/2024).
Situasi ini kian memperburuk ketidakpastian yang dialami oleh para pekerja.
Batalnya Mediasi dan Kekecewaan Buruh
Upaya mediasi yang direncanakan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) juga harus terhenti akibat keputusan dari tim kurator.
Hal ini memicu kekecewaan mendalam dari pihak serikat buruh.
Slamet Kaswanto secara tegas mengungkapkan rasa kecewa tersebut, mengingat nasib ribuan pekerja yang bergantung pada kelangsungan perusahaan.
“Kami merasa sangat kecewa kepada kurator. Nasib puluhan ribu karyawan dipermainkan begitu saja tanpa ada rasa tanggung jawab,” katanya.
Ia juga mendesak pemerintah untuk mengambil langkah lebih serius dalam mempertahankan keberlanjutan perusahaan demi melindungi pekerja dari ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK).
Slamet menegaskan bahwa kebutuhan utama buruh adalah kepastian kerja, bukan pesangon akibat PHK.
Respons Perusahaan dan Upaya Hukum
Menanggapi keresahan para pekerja, manajemen Sritex menegaskan komitmen mereka untuk menghindari PHK.
“Komitmen kami adalah tidak melakukan PHK, apalagi menutup perusahaan. Artinya, keberlangsungan usaha menjadi prioritas,” jelas Slamet.
Pihak perusahaan bahkan telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) untuk membatalkan putusan pailit dari PN Semarang.
Slamet juga menyerukan kepada kurator dan hakim pengawas agar memberikan izin kepada perusahaan untuk melanjutkan aktivitas produksi seperti biasa sembari menunggu hasil kasasi.
“Kami meminta kepada kurator dan hakim pengawas yang ditunjuk PN Semarang untuk memberikan izin going concern agar perusahaan tetap bisa beroperasi, sehingga keberlangsungan kerja pekerja terjaga dan tidak ada PHK,” tambahnya.
Kegelisahan Para Pekerja
Putusan pailit yang datang secara mendadak ini menimbulkan dampak psikologis yang besar bagi para pekerja.
Awalnya, aktivitas produksi berjalan normal, namun keputusan tersebut menjadi pukulan berat yang memunculkan bayangan kelam akan penutupan pabrik dan PHK massal.
Para pekerja hanya menginginkan satu hal: kelanjutan pekerjaan dan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup.***