Jatengvox.com – Dalam beberapa dekade terakhir, pandangan masyarakat tentang pernikahan terus berkembang.
Generasi muda, khususnya Gen Z, yang tumbuh di tengah era digital dan keterbukaan informasi, memiliki sudut pandang yang berbeda tentang institusi pernikahan dibandingkan generasi sebelumnya.
Pertanyaan besar yang sering muncul adalah, “Apakah menikah masih relevan?”
Mari kita telusuri apa yang membuat pernikahan masih dianggap penting, serta pandangan Gen Z yang kerap memberikan sudut pandang segar tentang kehidupan modern.
Pernikahan sebagai Simbol Komitmen atau Formalitas?
Generasi sebelumnya mungkin menganggap pernikahan sebagai puncak dari komitmen yang harus diabadikan melalui upacara resmi dan ikatan hukum.
Namun, bagi sebagian Gen Z, komitmen tak selalu harus diwujudkan dalam pernikahan formal. Mereka cenderung fokus pada esensi dari komitmen itu sendiri, yakni rasa saling percaya dan tanggung jawab antara pasangan.
Banyak yang berpikir bahwa hubungan yang sehat bisa tetap bertahan tanpa pernikahan formal, selama kedua pihak saling setia dan berkomitmen.
Perspektif ini menunjukkan bahwa bagi mereka, pernikahan tidak selalu menjadi standar baku dalam membangun keluarga atau kehidupan bersama.
Pandangan tentang Kemandirian dan Kebebasan
Gen Z tumbuh dengan nilai-nilai kebebasan dan kemandirian yang sangat tinggi. Banyak yang menilai bahwa pernikahan bisa menjadi hambatan bagi impian pribadi, karier, atau tujuan hidup mereka.
Dalam pandangan ini, menikah berarti berbagi segala aspek kehidupan, termasuk membuat keputusan-keputusan besar bersama pasangan.
Bagi beberapa orang, konsep ini dianggap bisa membatasi ruang gerak, terlebih jika mereka memiliki impian yang ingin dicapai secara mandiri.
Oleh karena itu, sebagian besar Gen Z cenderung mempertimbangkan baik-baik sebelum menikah atau bahkan memilih untuk tidak menikah demi menjaga kebebasan mereka.
Pernikahan dan Tanggung Jawab Ekonomi
Tidak bisa dipungkiri, aspek ekonomi menjadi salah satu faktor utama yang dipertimbangkan oleh generasi muda dalam memutuskan apakah mereka akan menikah.
Biaya hidup yang semakin tinggi, terutama di kota besar, membuat pernikahan terlihat sebagai komitmen finansial yang berat.
Ditambah lagi, tren menikah muda sering kali tidak lagi sesuai dengan gaya hidup dan tujuan ekonomi Gen Z yang lebih mengutamakan stabilitas finansial sebelum memutuskan untuk berkeluarga.
Banyak yang berpendapat bahwa menikah bukanlah prioritas jika kondisi finansial belum mapan, dan memilih untuk fokus pada pengembangan diri atau karier terlebih dahulu.
Pentingnya Menemukan Makna dalam Hubungan
Dalam perspektif Gen Z, pernikahan hanya relevan jika memberikan makna dan kepuasan dalam kehidupan mereka. Mereka lebih mengutamakan kualitas hubungan daripada status pernikahan itu sendiri.
Pernikahan dianggap sebagai salah satu cara, bukan satu-satunya, untuk mendapatkan kebahagiaan dalam hubungan.
Dalam hal ini, Gen Z lebih fokus pada aspek keberlanjutan hubungan emosional, komunikasi yang baik, dan kesetaraan dalam menjalani hidup bersama.
Mereka menghindari pernikahan yang hanya berlandaskan pada tradisi atau tuntutan sosial semata.
Menikah untuk Keluarga atau untuk Diri Sendiri?
Generasi sebelumnya sering menganggap pernikahan sebagai cara memenuhi harapan keluarga dan masyarakat. Namun, Gen Z lebih memilih jalan hidup yang sesuai dengan keinginan pribadi.
Beberapa dari mereka mempertimbangkan pernikahan untuk kebahagiaan mereka sendiri, bukan untuk memenuhi harapan orang lain. Ini bisa jadi berarti menunda pernikahan hingga merasa benar-benar siap atau bahkan memilih untuk tidak menikah sama sekali.
Kebebasan dalam menentukan pilihan hidup menjadi prinsip yang dipegang teguh oleh generasi ini.
Apakah Menikah Masih Relevan bagi Gen Z?
Menikah masih relevan bagi Gen Z, tetapi dengan cara yang berbeda dari generasi sebelumnya. Mereka melihat pernikahan bukan lagi sebagai keharusan atau standar kesuksesan hidup, melainkan sebagai pilihan yang harus memiliki nilai dan makna pribadi.
Bagi mereka, pernikahan hanya akan dijalani jika diyakini akan memberikan kebahagiaan dan memenuhi harapan dalam hidup. Jika tidak, Gen Z tidak segan untuk menempuh jalur yang berbeda, baik melalui komitmen non-formal atau memilih untuk hidup mandiri.
Pada akhirnya, relevansi pernikahan di kalangan Gen Z ditentukan oleh kebutuhan individu dan nilai yang mereka pegang. Pandangan mereka membuka ruang diskusi tentang cara pandang baru dalam membangun hubungan yang sehat dan bermakna, tanpa harus terpaku pada status formal pernikahan.***